Danau Dendam Tak Sudah

The Dam Yang tidak selesai, atau De Dam Tak Sudah, Danau Dendam Tak Sudah

60 sd 80% Sampah Rumah Tangga adalah Bahan Organik

Potensi masalah ketika tidak diolah, potensi pendapat keluarga ketika diolah, potensi nilai tambah ketika dilakukan Biokonversi Dikelola Secara Bijak

Urban Farming

Pemanfaat Lahan Masjid Jamik Al Huda sebagai terapi psikologis dan nilaitambah pendapatan keluarga

Urban Farming (Budidaya Lahan Sempat)

Memanfaatkan Lahan Sempit untuk menambah nilai manfaat lahan diperkotaan sekaligus sebagai eduwisata

Urban Farming Tanaman Hortikultura

Sayuran segar siap dikonsumsi kapan saja...

Rabu, 28 Maret 2012

Pemilik Bangunan Melawan

BENGKULU, BE – Masalah alih fungsi areal persawahan di sekitar Danau Dendam Tak Sudah (DDTS) menjadi perumahan bakal berbuntut panjang. Pasalnya, selain Walikota Bengkulu telah dilaporkan ke Polda Bengkulu, warga pemilik bangunan juga tidak mau membongkar bangunan mereka. Jika dibongkar paksa, maka para pemilik bangunan pun siap melawan petugas.

Salah seorang pemilik bangunan, Suprihartono (55) mengatakan ia tidak akan tinggal diam melihat bangunannya dibongkar. Ia mendirikan bangunan di atas tanah tersebut sudah mendapat izin mendidirkan bangunan (IMB) dari Dinas Tata Kota. Selain itu, ia juga memiliki sertifikat yang dikeluarkan Badan Pertahan Nasional (BPN) Kota Bengkulu. “Dalam sertifikat itu dijelaskan tanah ini sebagai pekarangan, bukan sebagai lahan persawahan berkelanjutan,” kata Suprihartono. Di sisi lain biaya yang telah dikeluarkan yang mencapai ratusan juta rupiah juga menjadi pertimbangan pemilik bangunan untuk memberikan perlawanan jika ditertibkan secara paksa.

“Tidak bisa main bongkar paksa, karena untuk mendirikan bangunan ini kami telah mengeluarkan biaya yang cukup besar,” ujarnya. Ia juga menyampaikan, berkurangnya debit air danau yang mengalir ke sawah petani bukan disebabkan oleh banyaknya bangunan yang didirikan di kawasan tersebut, melainkan di seberang danau sudah dibuat perkebunan kelapa sawit. “Kalau bangunan ini sedikit pun tidak berengaruh dengan air danau,” tandasnya.

Senada disampaikan pemilik bangunan lainnya, Sukman (45). Ia mengatakan sejak Yayasan Lembak mengompori para petani, maka pihaknya tidak berani lagi meninggalkan bangunannya dalam waktu cukup lama. Lantaran khawatir dibongkar oleh pemerintah. Ia juga mengatakan, siap memberikan perlawanan jika dibongkar paksa. Karena ia juga mengantongi IMB dan memiliki sertifikat tanah tersebut sebagai lahan pekarangan. “Jangan pikir kami akan diam atas laporan Usman Yasin ini, kami juga akan menuntut jika dilakukan pembongkaran,” ancamnya.

Pemda Harus Ganti Rugi 

Semantara itu, Wakil ketua DPRD Kota Bengkulu, Irman Sawiran mengatakan permasalahan tersebut merupakan dampak pembiaran yang dilakukan Pemkot. Jika dilakukan pembongkaran, maka pemerintah harus mengganti rugi karena sudah mengeluarkan izin mendirikan bangunan di kawasan tersebut,” kata Irman. Namun, lanjutnya, pemerintah berhak menolak membayar ganti rugi jika ada bangunan yang tidak memiliki izin. Ia mengungkapkan, pihaknya telah memberikan masukan ke pemerintah daerah agar membuat peraturan bagi masyarakat yang mau menjual tanahnya, maka tidak dibolehkan dijual kepada orang lain melainkan dijual kepada pemerintah. “Kalau lahan di sekitar tersebut milik pemerintah, maka tidak akan terjadi alih fungsi,” tuturnya.

Usut Tuntas

Sementara itu Ketua Yayasan Lembak Bengkulu, Usman Yasin menyambut baik sikap tegas Polda Bengkulu yang berencana memanggil Walikota Bengkulu. “Kita harap Kapolda tetap mengusut kasus ini, dan tegas dalam menindaklanjuti seadil-adilnya. Aturan yang melarang juga sudah jelas, kemudian upaya agar alih fungsi tersebut tidak dilakukan juga sudah sering kita lakukan. Namun tetap tidak ada juga tindakan dari Walikota,” katanya. Dilanjutkannya, jika Walikota mengaku sedang mempersiapkan untuk menghentikan alih fungsi tersebut, maka yang menjadi pertanyaannya kenapa tidak dari dulu. Sedangkan masalah ini, sudah berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. ”Kita akan tetap memberikan advokasi kepada para petani, hingga ada sikap kongkret dari Walikota. Alih fungsi boleh saja dilakukan asal untuk kepentingan umum, seperti membangun jalan. Namun ini nyatanya justru untuk kepentingan pribadi,” cetusnya.(160/400)

Ulasan 

Persoalan alih fungsi lahan di persawahan  sekitar Danau Dendam Tak Sudah, bukan persoalan baru, jauh sebelum bangunan-bangunan itu berdiri sebenarnya sudah diingatkan kepada Pemda Provinsi Bengkulu dan Pemda Kota Bengkulu, agar melakukan tindakan nyata untuk melakukan pengendalian agar jangan sampai persoalannya merembet kemana-mana.  Bahkan laporan dan keberatan kelompok tani sudah disampaikan hampir disetiap kesempatan ada pertemuan baik resmi maupun informal dengan pemerintah.   Kebijakan yang diambil pemerintah memang sangat sering terlambat, bahkan ketika persoalaannya sudah "berdarah-darah" baru mendapat perhatian, apalagi ketika pemerintah berkeinginan menyelesaikannya, kondisinya sudah sangat terlambat, sehingga ketika ingin melakukan penertiban persoalannya sudah sangat rumit dan banyak menimbulkan kerugian.   Ini memberikan gambaran kepada kita Negara Absen, atau pada skala kecilnya Pemda Kota dalam hal ini Walikota Absen dan membiarkan persoalan berlarut-larut serta tidak peduli pada persoalan petani.  

Salah satu buktinya,  Petani sudah melaporkan secara tertulis kepada semua instansi terkait menyangkut persoalan alih fungsi lahan dan irigasi ini,  pada tanggal 8 November 2010 atau mendekati 2 tahun (Surat Kelompok Tani, 8 November 2010).  Artinya ketika saat ini kasus tersebut berkembang pada pengaduan Walikota ke Polda adalah akibat buah ketidak becusan Pemda Kota menangani persoalan ini.  Bahkan dari advokasi yang dilakukan banyak ditemukan persoalan yang semakin memperparah alih fungsi lahan, mulai adanya penerbitan IMB yang jelas-jelas melanggar UU penataan ruang dan perda bangunan, adanya perubahan status sertifikasi dari lahan persawahan menjadi pekarangan yang melibatkan perorangan, mungkin notaris, mungkin juga BPN, yang mungkin akan berujung pada persoalan pidana terhadap semua pelanggaran UU yang ada.  Bahkan berdasarkan UU No. 11 Tahun 1974 yang disempurnakan dengan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air, jelas-jelas mebuat bangunan diatas saluran beririgasi teknis bisa dipidana dan didenda, dibairkan saja oleh pihak terkait, dalam hal Dinas PU Kota Bengkulu.

Yayasan Lembak, bahkan sudah melakukan pendekatan secara personal dan persuasi ketika beberapa pemilik bangunan mulai menimbun dengan cara mengingatkan agar mempelajari secara jelas peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi karena merasa mendapat angin, sebab bangunan yang lain dibiarkan akhirnya memiliki keberanian untuk melakukan pelagaran secara bersama-sama dan menyusun kekuatan tersendiri.  Ketika mereka memiliki kekuatan akhirnya mencoba bertahan dengan berbagai alasan.   Kelompok tani bukan tidak berani melakukan penertiban sendiri, tapi ketika itu dilakukan maka yang akan terjadi adalah bisa terjadi bentrok fisik secara horizontal, untuk itulah akhirnya mereka meminta pendampingan dan berdiskusi dengan Yayasan Lembak, yang pada akhirnya dilayangkanlah surat secara kepada Pemda Kota untuk menyelesaikannya masalah ini sejak 8 November 2010 yang lalu.  Tetapi yang didapat petani hanya janji-janji omong kosong, bahkan Walikota yang pernah meninjau secara langsung lebih kurang setahun yang lalu, juga berjanji secara langsung dilapangan untuk menyelesaikan, tapi sayang jauh panggang dari api, Walikota cuma pintar berjanji secara lisan, tapi membiarkan persoalannya menjadi sangat-sangat rumit.   

Setiap orang memiliki batas kesabaran, dan untungnya kesabaran petani bisa dikelola dengan baik, walaupun mereka hampir dikatakan gagal selama tiga musim tanam ini, mereka tidak melakukan tindakan-tindakan anarkis, tetapi mereka melakukan dengan cara berdialog, dan itu tentunya juga karena pendampingan yang Yayasan Lembak lakukan.     Ketika semua pintu alternatif penyelesaian masalah ditempuh, sudah melalui DPRD, Eksekutif, Dinas Terkait, tidak juga berhasil, maka sangat wajar kemudian akhirnya persoalan ini dibawah pada proses hukum dengan cara mengadukan Walikota ke Polda Bengkulu.  Biarlah hukum yang memutuskan, bagi petani kalau memang pemerintah mampu mengalihkan dan menciptakan lapangan pekerjaan yang lain kepada petani yang lebih kurang 300 kk (1200 jiwa) ini ke lapangan pekerjaan lain, maka mereka secara sukarela kemudian Pemda memutuskan alih fungsi lahan tersebut, apalagi kalau seandainya lahan tersebut untuk kepentingan umum seperti yang dipersyaratkan UU 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Faktanya, walikota tidak pernah mampu mendorong adanya peralihan profesi dengan menciptakan lapangan pekerjaan untuk petani.  Maka atas dasar itulah menjadi kewajiban bagi petani memperjuangkan haknya, dan menjadi kewajiban bagi Yayasan Lembak untuk membela hak-hak petani atas tanah dan irigasi yang mereka miliki.   

Persoalan adanya tudingan terhadap Yayasan Lembak, dikatakan mengompori seperti yang dinyatakan beberapa oknum pemilik bangunan, bukan tidak mungkin akan kami tindak lanjuti dengan melaporkan sebagai bentuk pencemaran nama baik kelembagaan yang mencoba menegakkan peraturan perundangan-undangan.  Bahkan dari penyataan-pernyataan okonum pemilik bangunan tersebut, semakin jelas dan transparan pelanggaran yang mereka lakukan, misalnya sudah ada sertifikat yang menjadi pekarangan, sudah ada IMB, ini berdasarkan UU 41 Tahun 2009, semuanya memenuhi unsur pidana.

Dari mendamping Laporan Ketua Kelompok Tani pemakai air, melaporkan walikota ke Polda Bengkulu beberapa waktu yang lalu, sangat jelas sebenarnya Polda sudah memiliki data-data kongkrit dan terlihat betul kalau sebenarnya polda sudah lama melakukan Poolbuket, maka kalau kemudian beberapa waktu yang lalu adanya statemen di RBTV, polda sudah meningkatkan kasus ini ke penyidikan, kami tidak kaget, karena pada saat pelaporan beberapa hari yang lalu, polda betul-betul sudah siap.  Kami sebagai lembaga yang mendampingi hanya berkeinginan ada rasa keadilan yang ditegakan, siapapun yang bersalah harus berhadapan dengan hukum, termasuk Walikota sekalipun. 

Minggu, 25 Maret 2012

Danau Dendam Terancam Punah

BENGKULU--BnewS: Keberadaan obyek wisata Danau Dendam Tak Sudah di Kelurahan Dusun Besar, Kota Bengkulu terancam punah karena terdesak perkembangan perumahan penduduk di sekitarnya.

Lokasi danau seluas satu kilometer persegi tersebut di dalam Cagar Alam Dusun Besar (CADB), namun terancam hilang akibat hutan sekitarnya beralih fungsi menjadi perumahan, kata Ketua Yayasan Lembak Usman Yasin, Rabu (14/3).

Ia mengatakan, ancaman kepunahan salah satu danau air tawar di Kota Bengkulu itu muncul akibat penataan ruang yang tak ramah lingkungan, di samping perumahan penduduk yang menjamur di sekitarnya.

Danau itu akan kering menjadi daratan akibat sumber mata airnya habis oleh perkembangan yang tidak terkendali.

Berdasarkan hasil investigasi di lapangan, endapan lumpur di Danau Dendam mencapai empat meter.

Di kawasan itu, berdiri ribuan rumah, juga di daerah resapan air. Padahal keberadaan Danau Dendam itu, sangat penting bagi ketersediaan air tawar di Kota Bengkulu dan menjadi habitat anggrek jenis vanda Hookraina dan tanaman langka lainnya.

Di tempat terpisah, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu Amon Zamora mengatakan, meskipun kawasan resapan air sudah berubah fungsi menjadi perumahan masyarakat, namun masih ada sisa hutan untuk melindungi air danau tersebut.

Cagar Alam Dusun Besar (CADB) Kota Bengkulu luas awalnya sekitar 577 hektare, namun dirambah warga dan dijadikan kebun kelapa sawit sisanya tinggal 30 persen.

"Kami merencanakan akan menuurunkan tim terpadu untuk mengusir perambah di wilayah itu yang jumlahnya mencapai 70 kepala keluarga (KK)," katanya. (Ant/Ol-3)Sumber: Media Indonesia

Petani Laporkan Alih Fungsi Lahan Ke Polda Bengkulu

BnewS - Setelah dilakukan rapat pada 5 Maret lalu di ruang Asisten I Pemda Kota terkait permasalahan alih fungsi lahan pertanian yang terjadi pada lokasi persawahan irigasi danau dendam tak sudah, kelurahan dusun besar kota Bengkulu. Disepakati bahwa Pemda Kota akan membentuk tim terpadu untuk melakukan eksekusi keputusan tersebut. Namun hingga batas waktu yang ditentukan yakni 18 Maret 2012, pihak Pemda Kota belum melaksanakan. Untuk itu hari ini selaku yayasan yang menuntut permasalahan tersebut, mereka kembali mendatangi Asisten I Pemda Kota atas kejelasan penyelesaian permasalahan ini.
Usai melaksanakan pertemuan tertutup di Ruang Asisten I Pemda Kota, selaku perwakilan petani, Usman Yasin mengatakan dirinya sangat kecewa atas jawaban pihak Pemda Kota yang tidak merespon pembicaraan yang telah disepakati. Untuk itu, pihaknya akan melaporkan permasalahan ini ke pihak kepolisian.
Menanggapi pernyataan yang disampaikan perwakilan petani tersebut, saat dikonfirmasi Asisten I Pemda Kota, Rosmidar mengatakan Pemda Kota mempersilahkan petani untuk melaporkan permasalahan ini ke kepolisian. Sementara itu belum ditanggapinya permintaan petani ini, Rosmidar beralasan lantaran masih dalam pelaksanaan HUT Kota dan SK yang ada saat ini masih membutuhkan pengkajian.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan pasal 44 menjelaskan, lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialih fungsikan jelas bahwa pembangunan yang ada telah melanggar undang-undang.
(ahmad)  ESA TV BENGKULU

Senin, 19 Maret 2012

Surat Kepada Polda Bengkulu

Bengkulu, 19 Maret 2012

Nomor          : 014/E/YLB/III/2012
Lampiran       : 1 (berkas)
Perihal           : Alih Fungsi Lahan Persawahan

Kepada Yth.
Kapolda Bengkulu
di Bengkulu
Sehubungan dengan adanya surat Kelompok Petani Pemakai Air (KP2A)/Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Temetung Baru dengan nomor surat 23/KP2A/TB 2010 tertanggal 8 November 2010, kepada Kepala Dinas Kimpraskot Bengkulu Ub. Sub Dinas Pengairan, perihal Permohonan penertiban bangunan di lokasi persawahan irigasi Danau Dendam Tak Sudah, yang kami advokasi hampir selama 1,5 tahun.  Dari proses tersebut secara administratif dan tertulis sudah direspon oleh Pemda Kota dengan beberapa langkah, kebijakan dan keputusan, yaitu:
  •  Dilakukan pemasangan papan pengumuman tentang adanya larangan untuk membangun di lahan persawahan sekitar danau dusun besar, sekitar bulan November 2010
  • Dilakukannya perintah kepada Kepala Pertanian Kecamatan oleh Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Bengkulu perihal Pengendalian dan Pengawasan Alih Fungsi Lahan Pertanian, tertanggal 15 November 2010
  • Sudah terbitkannya Peraturan Walikota No. 2 Tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kota Bengkulu, tertanggal 15 Januari 2011
  • Diterbitkannya Instruksi Walikota No. 01 Tahun 2011 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah di Kota Bengkulu, tertanggal 18 Januari 2011
  • Rapat Komisi II DPRD Kota bersama Eksekutif dan Gapoktan Kota Bengkulu, tanggal 31 Maret 2011, dengan keputusan sebagai berikut:
a.    Seluruh Bangunan yang menggangu saluran sekunder akan ditata sesuai dengan konstruksi dari Dinas PU
b.    Tenggat waktu penataan selama 2 x 14 hari kalau tidak dilaksanakan maka akan dieksekusi oleh pihak Pemerintah Kota Bengkulu
c.    Tanggung jawab dinas pertanian untuk menyetop semua alih fungsi lahan pertanian
d.    Tidak ada pendirian bangunan baru di kawasan lahan pertanian dan tidak ada pengeluaran IMB baru
e.    Point-point diatas akan diumumkan di Media Massa baik cetak maupun elektronik lokal selama 3x berturut-turut
  • Surat perintah untuk membongkar Plat di atas Saluran irigasi, dari Sekda Kota Bengkulu No. 600/433/DPUK/2011 tertanggal 26 Agustus 2011, dengan batasan waktu pembongkaran 15 Agustus 2011 s/d 5 September 2011
  • Keputusan Rapat Rabu, 5 Maret 2012 di Ruang Asisten I, bersama Kepala Dinas Terkait, Gapoktan, Yayasan Lembak.  Disepakati untuk membentuk tim terpadu untuk melakukan eksekusi keputusan-keputusan terdahulu, dengan limit waktu 18 Maret 2011.
Atas dasar langkah-langkah yang sudah begitu lama, dan beberapa kali pengunduruan deadline oleh Pemerintah Kota Bengkulu, maka kami berkesimpulan:
1.    Bahwa tidak terlaksananya semua keputusan-keputusan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab Walikota Bengkulu
2.    Bahwa tidak tuntasnya persoalan ini karena ketidak seriusan dari penanggung jawab persoalan ini, dalam hal ini adalah Asisten I
3.    Bahwa tidak terlaksananya eksekusi keputusan karena tidak bertanggung jawabnya dinas tertait terutama: Kepala Dinas Tata Kota dan Pengawas Bangunan, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan, Kepala Dinas PU, Kepala Balai Ketahanan Pangan Kota Bengkulu
4.    Bahwa atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas kami menilai walikota dengan sengaja membiarkan Alih fungsi lahan pertanian berkelanjutan, berarti telah melanggar UU No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, melanggar UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR NO. 7 TAHUN 2004 (Penyempurnaan UU No11 Tahun 1974 tentang Pengairan).
Demikian laporan ini disampaikan untuk ditindaklanjuti, atas kerjasamanya diucapkan terimakasih.


Hormat Kami,
Ketua Yayasan Lembak


Usman Yasin

Saran - Pendapat - Pesan

Nama

Email *

Pesan *