Danau Dendam Tak Sudah

The Dam Yang tidak selesai, atau De Dam Tak Sudah, Danau Dendam Tak Sudah

60 sd 80% Sampah Rumah Tangga adalah Bahan Organik

Potensi masalah ketika tidak diolah, potensi pendapat keluarga ketika diolah, potensi nilai tambah ketika dilakukan Biokonversi Dikelola Secara Bijak

Urban Farming

Pemanfaat Lahan Masjid Jamik Al Huda sebagai terapi psikologis dan nilaitambah pendapatan keluarga

Urban Farming (Budidaya Lahan Sempat)

Memanfaatkan Lahan Sempit untuk menambah nilai manfaat lahan diperkotaan sekaligus sebagai eduwisata

Urban Farming Tanaman Hortikultura

Sayuran segar siap dikonsumsi kapan saja...

Sabtu, 12 Februari 2022

Hari Bahasa Ibu

UNESCO menetapkan tanggal 21 Februari 2003 sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional. Keputusan itu diambil pada November 1999 dan tanggal itu pertama kali diperingati tahun 2000 di Markas UNESCO di Paris. Peristiwa ini penting dicatat karena beberapa alasan, antara lain sebagai berikut: Pada tahun 1951 para pakar pendidikan dan bahasa UNESCO sebenarnya telah merekomendasikan penggunaan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar pendidikan karena tiga alasan: 

1. Secara psikologis bahasa itu sudah merupakan alat berpikir sejak anak lahir. 
2. Secara sosial bahasa ibu dipakai dalam komunikasi sehari-hari dengan lingkungan terdekatnya. 
3. Secara edukasional, pembelajaran melalui bahasa ibu seyogianya mempermudah pemerolehan ilmu pengetahuan di sekolah dan proses pendidikan pada umumnya. 

Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional sekarang ini berlangsung di tengah-tengah gencarnya semangat globalisasi. Dalam bidang ekonomi, kita mendapat tekanan internasional, mau tidak mau harus menyepakati kebijakan ekonomi melalui AFTA dengan segala konsekuensinya. Secara keliru, AFTA ini banyak ditafsirkan sebagai identik dengan absolutisme penguasaan bahasa Inggris dan diyakini akan menganaktirikan bahasa Indonesia, lebih-lebih bahasa daerah (BD). 

Sejumlah Kekeliruan ADA sejumlah kekeliruan yang perlu diluruskan. 

Pertama, pemisahan politik bahasa dari politik kebudayaan, padahal bahasa menjadi berharga karena “apa” yang diusungnya. Sebagai perbandingan, bahasa Arab mengusung (baca: identik dengan) agama Islam, bahasa Inggris mengusung (baca: identik dengan) teknologi. Ada asumsi bahwa orang Sunda kotemporer lebih nineung kepada kebudayaan Sunda daripada kepada bahasanya. Romantisme kultural ini sesungguhnya merupakan potensi psikologis untuk melakukan revitalisasi bahasa Sunda. 

Kekeliruan kedua adalah mengartikan pelestraian BD sebagai penguasaan pengetahuan bahasanya termasuk undak-usuk yang melelahkan.  Perlu disadari semua pihak bahwa yang terpenting adalah memfungsikan BD secara diglosik, yakni pemakaian secara bilingual, fungsional, dan kontekstual. Setiap bahasa (Sunda, Indonesia, dan asing) dalam kehidupan yang semakin kompleks ini memiliki karakteristik internal dan peran sosial masing-masing. Tugas perencana bahasa adalah antara lain memberi deskripsi karakteristik dan peran-peran ini agar ketiganya berperan maksimal dalam kehidupan sehari-hari. 

Kekeliruan ketiga, sejarah politik kebudayaan nasional kita mewariskan asumsi bahwa BD akan menjadi pemicu disintegrasi bangsa sebagaimana dikhawatirkan dalam seminar politik bahasa tahun 1975. Kekhawatiran itu hanya mengada-ada saja. Bila sekarang ini ada gejolak politik kedaerahan, gejolak itu bukan karena sentimen BD, melainkan lebih karena politik kebudayaan nasional sentralistik selama ini yang notabene difasilitasi dengan bahasa nasional. 

Paradigma Baru DALAM teori produksi dan reproduksi kultural, literasi (melek huruf) dalam bahasa ibu atau BD ditasbihkan sebagai prasyarat bagi pembangunan setiap kampanye atau gerakan literasi sebagai cara untuk memberdayakan budaya dan kesejarahan suatu bangsa. Selama ini literasi masih dibatasi pada penguasaan bahasa Indonesia dan programnya ditafsirkan secara sempit dengan fokus pada keterampilan baca-tulis dalam bahasa itu. Dalam pada itu peran literasi bahasa Arab seperti dinafikan begitu saja. Banyak orang tua di Indonesia yang buta huruf Latin, tetapi mampu membaca dan menulis dalam huruf Arab. Huruf Arab Melayu telah berjasa sebagai medium dalam mendidik bangsa ini. Para orang tua berkomunikasi dalam BD dengan huruf tersebut. Sayangnya sistem pendidikan sekarang ini tidak lagi melihatnya sebagai alat untuk mencerdaskan bangsa, padahal di Malaysia aksara ini masih dilestarikan. Bahkan, mereka menyebutnya sebagai huruf Arab Jawi. 

Gambaran di atas mencerminkan sikap apriori dan tutup mata terhadap pengalaman kultural kelompok-kelompok etnis yang notabene menjadi objek kebijakan nasional ini. Di nusantara terdapat sekira 700 bahasa ibu yang dipastikan mengusung kebudayaan etnis. Dalam bahasa-bahasa itulah terpendam kearifan-kearifan lokal (local genius) yang memerlukan kajian kritis semua pihak. 

Politik BD seyogianya dimaknai sebagai upaya untuk mengokohkan peristiwa-peristiwa historis dan eksistensialis dari budaya etnis demi terjadinya reproduksi kultural, yakni pemberdayaan pengalaman kolektif semua pihak atau stakeholders dari BD. Perlu diluruskan bahwa pemertahanan identitas kultur etnis tidak berarti penolakan akan kearifan lokal budaya etnis lain, apalagi budaya nasional. Para seniman, wartawan, pendidik, sejarawan, politisi, pelaku bisnis, dan ahli bahasa memiliki kepentingan tersendiri terhadap BD, dan ini sah-sah saja. 

Reproduksi kultural BD adalah sinerji semua kepentingan itu. Sebagai perbandingan, bahasa Inggris sedemikian rupa bergengsinya hampir pada setiap aspek kehidupan: sosial, politik, teknologi, sastra, mitologi, dan lain sebagainya. Dan, semuanya itu menggunakan medium bahasa Inggris sehingga berkembanglah puspa ragam bahasa Inggris dalam genre-genre itu. 

Perda Kebudayaan Perlunya perda pemeliharaan Bahasa Ibu, sehingga diharapkan penggunaan Bahasa Ibu tidak hilang tinggal sebagai catatan sejarah saja. Seyogianya dimaknai sebagai langkah politik kebudayaan daerah. Dengan kata lain, politik BD kini ditempatkan dalam perspektif kebudayaan secara kaffah untuk memfasilitasi reproduksi kultural BD. Yang menjadi persoalan adalah sejauh manakah peraturan2 daerah yang dibuat bersinerji pada tataran kebijakan sampai dengan tataran aplikasi di lapangan. Betapa pun indahnya suatu kebijakan, pelaksanaannya itulah yang paling menentukan.

Ada beberapa langkah yang perlu ditempuh untuk merealisasikan sebuah perda. Perda itu baru politis dan teoretis dan sulit untuk diukur hasilnya. Untuk itu, harus segera diikuti oleh petunjuk teknis agar semua pihak dari pejabat pemda sampai guru dan penyuluh bahasa, kesenian, dan kepurbakalaan mengetahui langkah-langkah operasionalnya. 

*** Pikiran Rakyat, Jumat, 21 Februari 2003.

Udara Bersih Semakin Mahal

Pada tanggal 5 Juni 1972, dalam konferensi khusus PBB telah disepakati konvensi menyelamatkan lingkungan hidup melalui kerjasama antar bangsa, dan dibentuklah sebuah organisasi PBB dengan nama United Nation Environment Programme (UNEP) yang berkedudukan di Nairobi, ibu kota Kenya. 5 Juni ditetapkan sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia

Memasuki usia lima puluh tahun, kondisi lingkungan hidup bukannya membaik. Air, udara dan tanah tidak ada yang luput dari pencemaran. Hampir tidak ada kota di dunia terhindar dari pencemaran udara, termasuk Indonesia. 

Kita telah terbiasa dengan udara yang berdebu, berasap, dan berkabut, serta berbau tak sedap. Kita tidak dapat mengkotak-kotakan dan memilih-milih udara; semua mengirup udara yang sama. Sama-sama bau, sama-sama berasap dan sama-sama tercemar. Kita menganggapnya hal yang normal. Padahal kualitas udara sangat memengaruhi kualitas kesehatan kita. 

Umumnya kelompok masyarakat yang terancam dampak paling parah justru bukan penghasil pencemar udara, sehingga ada biaya yang dikeluarkan yang tidak ditanggung oleh penghasil emisi, sebagai biaya eksternal. Contoh paling nyata adalah siswa yang letak sekolahnya di pinggir jalan besar, sehingga mereka terancam terkena gangguan kesehatan karena harus menghirup asap knalpot setiap hari. 

Secara umum, ada dua sumber pencemaran udara, yaitu sumber alamiah (natural sources) seperti dari letusan gunung api, dan dari aktivitas manusia (anthropogenic sources), seperti dari transportasi, emisi pabrik, dan lain-lain. Paling tidak dikenal 6 jenis zat pencemar utama dari kegiatan manusia, yaitu Karbon monoksida (CO), oksida sulfur (SOx), oksida nitrogen (NOx), partikulat (PM10), hidrokarbon (HC), dan oksida fotokimia, termasuk juga ozon. 

Di Indonesia, kurang lebih 70% pencemaran udara disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang dapat menimbulkan dampak negatif, baik terhadap kesehatan manusia maupun terhadap lingkungan. 

Di Jakarta, kendaraan bermotor menyumbang hampir 100% timbal, 13-44% (PM10), 71-89% HC, 34-73% NOx, dan hampir seluruh CO ke udara. Sumber utama debu berasal dari pembakaran sampah rumah tangga, 41% dari sumber debu di Jakarta. Sektor industri merupakan sumber utama dari SOx. Di tempat-tempat padat di Jakarta konsentrasi timbal bisa 100 kali dari ambang batas. Sementara itu, laju pertambahan kendaraan bermotor di Jakarta mencapai 15% per tahun. Pada tahun 2004 jumlahnya tercatat 4,5 juta kendaraan. 

Seiring dengan laju pertambahan kendaraan bermotor, maka konsumsi BBM juga akan meningkat dan berujung bertambahnya jumlah pencemar dilepaskan ke udara. Padatnya transportasi semakin besar karena ditambah dari kota-kota sekitar Jakarta yaitu dari Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi. 

Dengan asumsi setiap kendaraan hanya membutuhkan 1 l BBM/hari maka konsumsi untuk transportasi di Jakarta saat ini ada 20.221.821 kendaran berarti sekitar 20,2 juta liter/hari (BPS Jakarta, 2020). Dalam setiap liter premium terkandung timbal (Pb) sebesar 0,45 gram, sehingga jumlah Pb dilepas ke udara Jakarta total sebesar 9,1 ton/hari. Uraian ini mengisyaratkan bahwa masalah pencemaran udara di Jakarta dapat dikurangi dengan kebijakan mengurangi jumlah kendaraan di jalan, mengganti BBM yang lebih ramah terhadap lingkungan. 

Menurut penelitian Jakarta Urban Development Project, konsentrasi Pb di Jakarta mencapai 1,7-3,5 mikrogram/m3 pada tahun 2000. Menurut Bapedalda di Bandung, konsentrasi hidrokarbon mencapai 4,57 ppm (baku mutu PP 41/1999: 0,24 ppm), NOx mencapai 0,076 ppm (baku mutu: 0,05 ppm), dan debu mencapai 172 mg/m3 (baku mutu: 150 mg/m3). 

Dampak Pencemaran Udara Dari studi Bank Dunia tahun 1994, pencemaran udara merupakan pembunuh kedua bagi anak balita di Jakarta, 14% bagi dari kematian balita dan 6% dari angka kematian penduduk Indonesia. Jakarta sendiri adalah kota dengan kualitas udara terburuk ketiga di dunia. 

Dampak yang disebabkan oleh pencemaran udara akan terakumulasi dari hari ke hari. Pemaparan dalam jangka waktu lama akan berakibat pada berbagai gangguan kesehatan, seperti bronchitis, emphysema, dan kanker paru-paru. Dampak kesehatan diakibatkan pencemaran udara berbeda antar individu. Yang paling rentan adalah individu berusia lanjut dan balita. Penelitian di Amerika Serikat, mendapatkan kelompok balita enam kali lebih rentan dibandingkan orang dewasa. WHO memperkirakan 70% penduduk kota di dunia pernah menghirup udara yang tidak sehat, sedangkan 10% lain menghirup udara yang bersifat marjinal setiap hari. 

Asap kendaraan merupakan sumber hampir seluruh CO di banyak kota. WHO memperkirakan konsentrasi CO yang tidak sehat, terdapat pada separoh kota di dunia. WHO membuktikan jika CO dihirup secara rutin pada tingkat tak sehat dapat mengakibatkan kecilnya berat badan janin, meningkatnya kematian bayi dan kerusakan otak, bergantung pada lamanya seorang wanita hamil terpajan, dan bergantung kekentalan polutan di udara. 

Nitrogen Oksida (NO) dapat menyebabkan kerusakan paru-paru. Setelah bereaksi di atmosfer, zat ini membentuk partikel-partikel nitrat amat halus yang dapat menembus bagian terdalam dari paru-paru. 

Pemantauan lingkungan global PBB memperkirakan bahwa pada tahun 1987, 2/3 penduduk kota hidup di kota yang konsentrasi SO2 disekitar atau di atas ambang batas yang ditetapkan WHO (Nilai Ambang Batas SO2 adalah 0.01 ppm) Asap atau jelaga (benda-benda partikulat, PM10), sering merupakan pencemar udara yang paling kentara, dan juga paling berbahaya, karena "partikel-partikel halus" dapat menembus bagian terdalam dari paru-paru. 

Pencamaran udara bisa berdampak secara langsung, dan tidak langsung. Secara langsung, dapat menyebabkan infeksi pernapasan, sedangkan dampak tidak langsung dapat menyebabkan hujan asam. Hujan dianggap bersifat asam oleh World Meteorology Organization (WMO) adalah jika pH-nya dibawah 5,6. Tahun 1996, di Indonesia pH hujan rata-rata 5,46, sedangkan pada tahun 1997 sudah semakin asam hingga pH 4,98. Hujan asam dapat menyebabkan gangguan pada ekosistem, pencemaran tanah dan air, serta merusak bangunan. Selain itu, pencemaran udara sangat merugikan aktivitas manusia akibat menurunnya tingkat pandangan (visibility) sehingga mengganggu penerbangan. 

Penelitian Achmadi (1994) dan Tri Tugaswati (1995) memberikan gambaran bahwa konsentrasi timbal dalam darah dan urin, dari responden yang sering beraktivitas di tengah kota yang padat kendaraan bermotor, jauh lebih tinggi -mencapai dua kali lipat- dibandingkan dengan responden yang sering beraktivitas di daerah yang kurang padat kendaraan bermotornya. Studi tahun 1996, memberikan gambaran bahwa dapat terjadi gangguan kesehatan 12,8 kali lebih besar pada responden yang beraktivitas di daerah padat kendaraan daripada responden yang beraktivitas di daerah yang jarang kendaraannya. 

Hasil penelitian Gravitiani di Kota Yokyakarta tahun 2001 diperkirakan biaya sosial yang harus ditanggung akibat gas buang kendaraan bermotor, terutama PM10 mencapai Rp. 765 Milyar lebih setiap tahun, sedangkan akibat timbal mencapai 1,2 trilyun lebih. 

Rekomendasi? 

Kita dan anak-cucu kita sedang mengalami pencemaran itu. Karena transportasi merupakan sumber utama pencemaran udara, perioritas utama harus diberikan pada sektor transportasi. Tindakan uji emisi yang telah dilakukan harus tetap ditindaklanjuti sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Pengendalian pencemaran udara tidak dapat dilakukan tanpa menanggulangi akar masalahnya. Dari penjelasan hal yang perlu dilakukan pemerintah, adalah: 

1. Perlu memperbaiki sistem transportasi yang ada saat ini, dengan sistem transportasi yang lebih ramah lingkungan dan terjangkau publik. Prioritas utamanya adalah sistem transportasi massal yang tidak berbasis pada kendaraan pribadi. Pilihannya adalah sistem angkutan dengan kereta api. Sistem angkutan umum dengan jalan layang di Jakarta justru mendorong meningkatnya penggunaan kendaraan pribadi. Buktinya, kemacetan lalu lintas pada ruas-ruas jalan tersebut makin parah. Ketika jam sibuk – pagi dan sore hari - jarak satu kilometer harus ditempuh berjam-jam. Selain boros energi, tingkat polusi udara semakin tinggi. 

2. Pemberlakukan standar ambang batas pencemaran udara yang berlaku tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru dan yang sedang diproduksi, mengacu pada standar UN-ECE (United Nations-Economic Commisson for Europe), harus tetap konsisten. Sebagai lanjutan diterapkan Program Mandatory Disclosure of Automotive Emissions pada pihak industri, dimana saat promosi tetap diwajibkan mengumumkan hasil pengujian emisi gas buang kendaraan yang diproduksi, di media cetak dan elektronik. 

3. Memenuhi komitmennya untuk memberlakukan pemakaian BBM tanpa timbal. 

4. Di sektor industri, penegakan hukum harus dilaksanakan bagi industri pencemar.


Ir. Usman Yasin, M.Si,  Ketua Yayasan Lembak Bengkulu, Dosen Agroteknologi, Fakultas Pertanian Uiversitas Muhammadiyah Bengkulu 

Yasin, U.  2022.  Udara Bersih Semakin Mahal.  Yayasan Lembak Bengkulu. 

Minggu, 01 Juli 2018

REFORMASI AGRARIA

Ir. Usman Yasin, M.Si (Dosen Agroteknologi, Universitas Muhammadiyah Bengkulu) dan 
Dra. Eni Khairani, M.Si (Anggota DPD RI/MPR RI)



Pendahuluan

Salah satu tujuan reforma agraria adalah untuk memperbaiki struktur ketimpangan lahan, mengembalikan tanah pada esensinya yakni sebagai alat produksi pertanian yang berdampak pada peningkatan produktifitas serta menaikkan taraf hidup petani.  

Jumat, 02 Agustus 2013

Pro Kontra Outer Ring Road Bengkulu

Gubernur: Truk Batubara akan Lewati Ring Road

BENGKULU - Gubernur Bengkulu H. Junaidi Hamsyah menyatakan setuju truk batu bara (BB) tidak boleh melewati jalan kota. Sebab, tidak sesuai dengan kelas jalan kota yang masih terkategori kelas III. Sehingga, bisa mengakibatkan kerusakan jalan. Saat ini, sambung Junaidi, Pemda Provinsi menunggu pemerintah pusat mengkaji Raperda tentang Jalan Khusus angkutan pertambangan dan perkebunan yang telah disahkan DPRD Provinsi Bengkulu belum lama ini.

Saran - Pendapat - Pesan

Nama

Email *

Pesan *