UU
No. 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan
Pasal
1. Ayat 5
"Pengairan"adalah
suatu bidang pembinaan atas air, dan atau sumber air termasuk
kekayaan
alam bukan hewani yang terkandung di dalamnya, baik yang alamiah maupun
yang
telah diusahakan oleh manusia;
PERLINDUNGAN
Pasal
13
(1)
Air,
sumber-sumber air beserta bangunan-bangunan pengairan harus dilindungi serta diamankan,
dipertahankan dan dijaga kelestariannya, supaya dapat memenuhi fungsinya sebagai
mana tersebut dalam Pasal 2 Undang-undangn ini, dengan jalan :
a.
Melaksanakan
usaha-usaha penyelamatan tanah dan air.
b.
Melakukan
pengamanan dan pengendalian daya rusak air terhadap sumber -sumbernya dan
daerah sekitarnya.
c.
Melakukan
pencegahan terhadap terjadinya pengotoran air, yang dapat merugikan penggunaan
serta lingkungannya.
d.
Melakukan
pengamanan dan perlindungan terhadap bangunan-bangunan pengairan, sehingga
tetap berfungsi sebagaimana mestinya.
(2)
Pelaksanaan
ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
KETENTUAN
PIDANA
Pasal
15
(1)
Diancam
dengan hukuman penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun dan atau denda setinggi-tingginya
Rp.5.000.000,- (Lima juta Rupiah):
a.
Barang
siapa dengan sengaja melakukan pengusahaan air dan atau sumber-sumber air yang
tidak berdasarkan perencanaan dan perencanaan teknis tata pengaturan air dan
tata pengairan serta pembangunan pengairan sebagaimana tersebut dalam Pasal 8
ayat (1) Undang-undangn ini :
b.
Barang
siapa dengan sengaja melakukan pengusahaan air dan atau sumber-sumber air tanpa
izin dari Pemerintah sebagaimana tersebut dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang
ini
c.
barang
siapa yang sudah memperoleh izin dari Perintah untuk pengusahaan air dan atau
sumber-sumber air sebagaimana tersebut dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang
ini, tetapi dengan sengaja tidak melakukan dan atau sengaja tidak ikut membantu
dalam usaha-usaha menyelamatkan tanah, air, sumber-sumber air dan
bangunan-bangunan pengairan sebagaimana tersebut dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, b, c, dan d Undang-undang ini.
(2)
Perbuatan
pidana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini adalah kejahatan.
(3)
Barang siapa karena kelalaiannya menyebabkan
terjadinya pelanggaran atas ketentuan tersebut dalam Pasal 8 ayat (1), Pasal 11
ayat (2) dan Pasal 13 ayat (1) huruf
a, b, c dan d Undang-undang ini, diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya
3
(tiga) bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 50.000,- (Lima puluh ribu
rupiah).
(4)
Perbuatan pidana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini adalah pelanggaran.
PP 77 Tahun 2001 Tentang Irigasi
BAB XIV
KEBERLANJUTAN SISTEM IRIGASI
Pasal 43
1. Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat sesuai
dengan kewenangannya mempertahankan sistem irigasi secara berkelanjutan dengan
mewujudkan kelestarian sumberdaya air, melakukan pemberdayaan perkumpulan
petani pemakai air, mencegah alih fungsi lahan beririgasi untuk kepentingan
lain, dan mendukung peningkatan pendapatan petani.
2. Untuk menjamin keberlanjutan sistem irigasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan
pengaturan dan bersama masyarakat melakukan penegakan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan irigasi.
Pasal 44
(1) Perubahan penggunaan lahan beririgasi untuk
kepentingan selain pertanian dengan tujuan komersial dalam suatu daerah irigasi
yang telah ditetapkan, harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Pemerintah
Daerah dengan mengacu pada tata ruang yang telah ditetapkan, serta memberikan
kompensasi yang nilainya setara dengan biaya pembangunan jaringan irigasi dan
setara dengan biaya pencetakan lahan beririgasi baru, yang diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Daerah.
(2) Pemerintah Daerah melakukan penertiban pada lahan
beririgasi yang tidak berfungsi dengan memfungsikan kembali sesuai dengan tata
ruang yang telah ditetapkan.
PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
Pasal 45
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan
pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan irigasi.
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan
kegiatan penertiban, pengawasan, dan pengamanan terhadap prasarana jaringan
irigasi, serta menegakkan peraturan perundang-undangan bidang irigasi yang
berlaku.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 48
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua
Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan irigasi dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
PP NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan pemerintah ini yang
dimaksud dengan:
1. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di
bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah,
air hujan, dan air laut yang berada di darat.
2. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/ataubuatan
yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah.
3. Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air
irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan,
irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak.
4. Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi,
manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia.
5. Penyediaan air irigasi adalah penentuan volume air per satuan
waktu yang dialokasikan dari suatu sumber air untuk suatu daerah irigasi yang
didasarkan waktu, jumlah, dan mutu sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang
pertanian dan keperluan lainnya.
6. Pengaturan air irigasi adalah kegiatan yang meliputi pembagian,
pemberian, dan penggunaan air irigasi.
7. Pembagian air irigasi adalah kegiatan membagi air di bangunan
bagi dalam jaringan primer dan/atau jaringan sekunder.
8. Pemberian air irigasi adalah kegiatan menyalurkan air dengan
jumlah tertentu dari jaringan primer atau jaringan sekunder ke petak tersier.
9. Penggunaan air irigasi adalah kegiatan memanfaatkan air dari
petak tersier untuk mengairi lahan pertanian pada saat diperlukan.
10. Pembuangan air irigasi, selanjutnya disebut drainase, adalah
pengaliran kelebihan air yang sudah tidak dipergunakan lagi pada suatu daerah
irigasi tertentu.
11. Daerah irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu
jaringan irigasi.
12. Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan
pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan,
pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.
13. Jaringan irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang
terdiri dari bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya,
bangunan bagi, bangunan bagisadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.
14. Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi
yang terdiri dari saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi,
bangunan bagi-sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.
15. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan,
pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.
16. Jaringan irigasi air tanah adalah jaringan irigasi yang airnya
berasal dari air tanah, mulai dari sumur dan instalasi pompa sampai dengan saluran
irigasi air tanah termasuk bangunan di dalamnya.
17. Saluran irigasi air tanah adalah bagian dari jaringan irigasi
air tanah yang dimulai setelah bangunan pompa sampai lahan yang diairi.
18. Jaringan irigasi desa adalah jaringan irigasi yang dibangun dan
dikelola oleh masyarakat desa atau pemerintah desa.
19. Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi
sebagai prasarana pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri dari
saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks
kuarter, serta bangunan pelengkapnya
Pasal 83
(1) Alih fungsi lahan beririgasi tidak dapat dilakukan kecuali
terdapat:
a. perubahan rencana tata ruang wilayah; atau
b. bencana alam yang mengakibatkan hilangnya fungsi lahan dan
jaringan irigasi.
(2) Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah
kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya mengupayakan penggantian lahan
beririgasi beserta jaringannya yang diakibatkan oleh perubahan rencana tata
ruang wilayah.
(3) Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota
sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab melakukan penataan ulang sistem
irigasi dalam hal:
a. sebagian jaringan irigasi beralih fungsi; atau
b. sebagian lahan beririgasi beralih fungsi.
(4) Badan usaha, badan sosial, atau instansi yang melakukan kegiatan
yang dapat mengakibatkan alih fungsi lahan beririgasi yang melanggar rencana
tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib mengganti
lahan beririgasi beserta jaringannya.
UU PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR NO. 7 TAHUN 2004
(Penyempurnaan
Undang-undang
Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan)
Pasal 1
1. Sumber
daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya.
2. Air
adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah,
termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah,air hujan, dan air laut
yang berada di darat.
6. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami
dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah.
7. Daya
air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air yang
dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan
manusia serta lingkungannya.Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air
dan/atau pada sumber air yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan
dan penghidupan manusia serta lingkungannya.
Pasal 24
Setiap orang atau badan usaha dilarang
melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya,
mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air.
Pasal 32
1. Penggunaan
sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) ditujukan untuk
pemanfaatan sumber daya air dan prasarananya sebagai media dan/atau materi.
2. Penggunaan
sumber daya air dilaksanakan sesuai penatagunaan dan rencana penyediaan sumber
daya air yang telah ditetapkan dalam rencana pengelolaan sumber daya air
wilayah sungai bersangkutan.
3. Penggunaan
air dari sumber air untuk memenuhi kebutuhan pokok seharihari, sosial, dan
pertanian rakyat dilarang menimbulkan kerusakan pada sumber air dan
lingkungannya atau prasarana umum yang bersangkutan.
4. Penggunaan
air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari yang dilakukan melalui prasarana
sumber daya air harus dengan persetujuan dari pihak yang berhak atas prasarana
yang bersangkutan.
5. Apabila
penggunaan air sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata menimbulkan
kerusakan pada sumber air, yang bersangkutan wajib mengganti kerugian.
6. Dalam
penggunaan air, setiap orang atau badan usaha berupaya menggunakan air secara
daur ulang dan menggunakan kembali air.
7. Ketentuan
mengenai penggunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 64 ayat 7
Setiap orang atau badan usaha dilarang
melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya prasarana sumber daya air.
Pasal 63 Ayat 3
Setiap orang atau badan usaha yang
melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi pada sumber air wajib memperoleh izin
dari Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 94
(1) Dipidana
dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah):
a. setiap
orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber
air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan
pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau
b. setiap
orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan
terjadinya daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.
(2) Dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
a. setiap
orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan penggunaan air yang mengakibatkan kerugian
terhadap orang atau pihak lain dan kerusakan fungsi sumber air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3); atau
b. setiap
orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya
prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (7).
(3) Dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah):
a. setiap
orang yang dengan sengaja menyewakan atau memindahtangankan sebagian atau
seluruhnya hak guna air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
b. setiap
orang yang dengan sengaja melakukan pengusahaan sumber daya air tanpa izin dari
pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3); atau
c. setiap
orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi prasarana
sumber daya air yang tidak didasarkan pada norma, standar, pedoman, dan manual
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2);
d. setiap
orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi pada sumber
air tanpa memperoleh izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3).
Pasal 95
(1) Dipidana
dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling
banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah):
a.
setiap orang yang karena kelalaiannya
mengakibatkan kerusakan sumber daya air dan prasarananya, mengganggu upaya
pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencermaran air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24; atau
b.
setiap orang yang karena kelalaiannya
melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.
(2) Dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah):
a.
setiap orang yang karena kelalaiannya
melakukan kegiatan penggunaan air yang mengakibatkan kerugian terhadap orang
atau pihak lain dan kerusakan fungsi sumber air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (3); atau;
b.
setiap orang yang karena kelalaiannya
melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan prasarana sumber daya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (7).
(3) Dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah):
a.
setiap orang yang karena kelalaiannya
melakukan pengusahaan sumber daya air tanpa izin dari pihak yang berwenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b.
setiap orang yang karena kelalaiannya
melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan
pada norma, standar, pedoman, dan manual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63
ayat (2);
c.
setiap orang yang karena kelalaiannya
melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi pada sumber air tanpa izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3).
Pasal 96
(1) Dalam
hal tindak pidana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 dan Pasal
95 dilakukan oleh badan usaha, pidana dikenakan terhadap badan usaha yang
bersangkutan.
(2) Dalam
hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan terhadap badan
usaha, pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda ditambah sepertiga denda yang
dijatuhkan.
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 99
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974
tentang Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 65,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046) dinyatakan tidak berlaku.