Danau Dendam Tak Sudah

The Dam Yang tidak selesai, atau De Dam Tak Sudah, Danau Dendam Tak Sudah

60 sd 80% Sampah Rumah Tangga adalah Bahan Organik

Potensi masalah ketika tidak diolah, potensi pendapat keluarga ketika diolah, potensi nilai tambah ketika dilakukan Biokonversi Dikelola Secara Bijak

Urban Farming

Pemanfaat Lahan Masjid Jamik Al Huda sebagai terapi psikologis dan nilaitambah pendapatan keluarga

Urban Farming (Budidaya Lahan Sempat)

Memanfaatkan Lahan Sempit untuk menambah nilai manfaat lahan diperkotaan sekaligus sebagai eduwisata

Urban Farming Tanaman Hortikultura

Sayuran segar siap dikonsumsi kapan saja...

Senin, 19 Maret 2012

Pasal Krusial Pelanggaran UU, PP Tentang Pengairan


UU No.  11 Tahun 1974 Tentang Pengairan

Pasal 1. Ayat 5

"Pengairan"adalah suatu bidang pembinaan atas air, dan atau sumber air termasuk
kekayaan alam bukan hewani yang terkandung di dalamnya, baik yang alamiah maupun
yang telah diusahakan oleh manusia;

PERLINDUNGAN
Pasal 13

(1)  Air, sumber-sumber air beserta bangunan-bangunan pengairan harus dilindungi serta diamankan, dipertahankan dan dijaga kelestariannya, supaya dapat memenuhi fungsinya sebagai mana tersebut dalam Pasal 2 Undang-undangn ini, dengan jalan :
a.  Melaksanakan usaha-usaha penyelamatan tanah dan air.
b.  Melakukan pengamanan dan pengendalian daya rusak air terhadap sumber -sumbernya dan daerah sekitarnya.
c.  Melakukan pencegahan terhadap terjadinya pengotoran air, yang dapat merugikan penggunaan serta lingkungannya.
d.  Melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap bangunan-bangunan pengairan, sehingga tetap berfungsi sebagaimana mestinya.
(2)   Pelaksanaan ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.



KETENTUAN PIDANA
Pasal 15

(1)  Diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp.5.000.000,- (Lima juta Rupiah):
a.  Barang siapa dengan sengaja melakukan pengusahaan air dan atau sumber-sumber air yang tidak berdasarkan perencanaan dan perencanaan teknis tata pengaturan air dan tata pengairan serta pembangunan pengairan sebagaimana tersebut dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-undangn ini :
b.  Barang siapa dengan sengaja melakukan pengusahaan air dan atau sumber-sumber air tanpa izin dari Pemerintah sebagaimana tersebut dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang ini
c.  barang siapa yang sudah memperoleh izin dari Perintah untuk pengusahaan air dan atau sumber-sumber air sebagaimana tersebut dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang ini, tetapi dengan sengaja tidak melakukan dan atau sengaja tidak ikut membantu dalam usaha-usaha menyelamatkan tanah, air, sumber-sumber air dan bangunan-bangunan pengairan sebagaimana tersebut dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, b, c, dan d Undang-undang ini.
(2)  Perbuatan pidana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini adalah kejahatan.
(3)  Barang siapa karena kelalaiannya menyebabkan terjadinya pelanggaran atas ketentuan tersebut dalam Pasal 8 ayat (1), Pasal 11 ayat (2) dan Pasal 13 ayat (1) huruf a, b, c dan d Undang-undang ini, diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 50.000,- (Lima puluh ribu rupiah).
(4) Perbuatan pidana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini adalah pelanggaran.

 PP 77 Tahun 2001 Tentang Irigasi

BAB XIV

KEBERLANJUTAN SISTEM IRIGASI
Pasal 43

1.    Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat sesuai dengan kewenangannya mempertahankan sistem irigasi secara berkelanjutan dengan mewujudkan kelestarian sumberdaya air, melakukan pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air, mencegah alih fungsi lahan beririgasi untuk kepentingan lain, dan mendukung peningkatan pendapatan petani.
2.    Untuk menjamin keberlanjutan sistem irigasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pengaturan dan bersama masyarakat melakukan penegakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan irigasi.

Pasal 44

(1)  Perubahan penggunaan lahan beririgasi untuk kepentingan selain pertanian dengan tujuan komersial dalam suatu daerah irigasi yang telah ditetapkan, harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Pemerintah Daerah dengan mengacu pada tata ruang yang telah ditetapkan, serta memberikan kompensasi yang nilainya setara dengan biaya pembangunan jaringan irigasi dan setara dengan biaya pencetakan lahan beririgasi baru, yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.
(2)  Pemerintah Daerah melakukan penertiban pada lahan beririgasi yang tidak berfungsi dengan memfungsikan kembali sesuai dengan tata ruang yang telah ditetapkan.

PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

Pasal 45

(1)  Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan irigasi.
(2)  Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan kegiatan penertiban, pengawasan, dan pengamanan terhadap prasarana jaringan irigasi, serta menegakkan peraturan perundang-undangan bidang irigasi yang berlaku.

BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 48

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan irigasi dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.

PP NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.    Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat.
2.    Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/ataubuatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah.
3.    Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak.
4.    Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia.
5.    Penyediaan air irigasi adalah penentuan volume air per satuan waktu yang dialokasikan dari suatu sumber air untuk suatu daerah irigasi yang didasarkan waktu, jumlah, dan mutu sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang pertanian dan keperluan lainnya.
6.    Pengaturan air irigasi adalah kegiatan yang meliputi pembagian, pemberian, dan penggunaan air irigasi.
7.    Pembagian air irigasi adalah kegiatan membagi air di bangunan bagi dalam jaringan primer dan/atau jaringan sekunder.
8.    Pemberian air irigasi adalah kegiatan menyalurkan air dengan jumlah tertentu dari jaringan primer atau jaringan sekunder ke petak tersier.
9.    Penggunaan air irigasi adalah kegiatan memanfaatkan air dari petak tersier untuk mengairi lahan pertanian pada saat diperlukan.
10.    Pembuangan air irigasi, selanjutnya disebut drainase, adalah pengaliran kelebihan air yang sudah tidak dipergunakan lagi pada suatu daerah irigasi tertentu.
11.    Daerah irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi.
12.    Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.
13.    Jaringan irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagisadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.
14.    Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.
15.    Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.
16.    Jaringan irigasi air tanah adalah jaringan irigasi yang airnya berasal dari air tanah, mulai dari sumur dan instalasi pompa sampai dengan saluran irigasi air tanah termasuk bangunan di dalamnya.
17.    Saluran irigasi air tanah adalah bagian dari jaringan irigasi air tanah yang dimulai setelah bangunan pompa sampai lahan yang diairi.
18.    Jaringan irigasi desa adalah jaringan irigasi yang dibangun dan dikelola oleh masyarakat desa atau pemerintah desa.
19.    Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri dari saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter, serta bangunan pelengkapnya

Pasal 83
(1)   Alih fungsi lahan beririgasi tidak dapat dilakukan kecuali terdapat:
a.       perubahan rencana tata ruang wilayah; atau
b.      bencana alam yang mengakibatkan hilangnya fungsi lahan dan jaringan irigasi.
(2)   Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya mengupayakan penggantian lahan beririgasi beserta jaringannya yang diakibatkan oleh perubahan rencana tata ruang wilayah.
(3)   Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab melakukan penataan ulang sistem irigasi dalam hal:
a.       sebagian jaringan irigasi beralih fungsi; atau
b.      sebagian lahan beririgasi beralih fungsi.
(4)   Badan usaha, badan sosial, atau instansi yang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan alih fungsi lahan beririgasi yang melanggar rencana tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib mengganti lahan beririgasi beserta jaringannya.

UU PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR NO. 7 TAHUN 2004
(Penyempurnaan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan)

Pasal 1
1.     Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya.
2.     Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah,air hujan, dan air laut yang berada di darat.

6.      Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah.
7.     Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungannya.Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungannya.


Pasal 24
Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air.

Pasal 32
1.     Penggunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) ditujukan untuk pemanfaatan sumber daya air dan prasarananya sebagai media dan/atau materi.
2.     Penggunaan sumber daya air dilaksanakan sesuai penatagunaan dan rencana penyediaan sumber daya air yang telah ditetapkan dalam rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai bersangkutan.
3.     Penggunaan air dari sumber air untuk memenuhi kebutuhan pokok seharihari, sosial, dan pertanian rakyat dilarang menimbulkan kerusakan pada sumber air dan lingkungannya atau prasarana umum yang bersangkutan.
4.     Penggunaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari yang dilakukan melalui prasarana sumber daya air harus dengan persetujuan dari pihak yang berhak atas prasarana yang bersangkutan.
5.     Apabila penggunaan air sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata menimbulkan kerusakan pada sumber air, yang bersangkutan wajib mengganti kerugian.
6.     Dalam penggunaan air, setiap orang atau badan usaha berupaya menggunakan air secara daur ulang dan menggunakan kembali air.
7.     Ketentuan mengenai penggunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 64 ayat 7
Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya prasarana sumber daya air.

Pasal 63 Ayat 3
Setiap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi pada sumber air wajib memperoleh izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

KETENTUAN PIDANA
Pasal 94

(1)   Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah):
a.   setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau
b.   setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.
(2)   Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
a.     setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan penggunaan air yang mengakibatkan kerugian terhadap orang atau pihak lain dan kerusakan fungsi sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3); atau
b.    setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (7).
(3)   Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah):
a.     setiap orang yang dengan sengaja menyewakan atau memindahtangankan sebagian atau seluruhnya hak guna air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
b.    setiap orang yang dengan sengaja melakukan pengusahaan sumber daya air tanpa izin dari pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3); atau
c.     setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan pada norma, standar, pedoman, dan manual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2);
d.    setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi pada sumber air tanpa memperoleh izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3).

Pasal 95
(1)   Dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah):
a.     setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan kerusakan sumber daya air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencermaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau
b.    setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.
(2)   Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah):
a.     setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan penggunaan air yang mengakibatkan kerugian terhadap orang atau pihak lain dan kerusakan fungsi sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3); atau; 
b.  setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (7). 
(3)   Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah):
a.     setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan pengusahaan sumber daya air tanpa izin dari pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3); 
b.    setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan pada norma, standar, pedoman, dan manual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2); 
c.     setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi pada sumber air tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3).

Pasal 96
(1)   Dalam hal tindak pidana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 dan Pasal 95 dilakukan oleh badan usaha, pidana dikenakan terhadap badan usaha yang bersangkutan.
(2)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan terhadap badan usaha, pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda ditambah sepertiga denda yang dijatuhkan.

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 99
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal Krusial Pelanggaran UU 26 Tahun 2007 Penataan Ruang


UU 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 60

Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:
a.    mengetahui rencana tata ruang;
b.    menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
c.    memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
d.    mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
e.    mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
f.     mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.

Pasal 61

Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a.    menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b.    memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;
c.    mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan
d.    memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Pasal 62
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, dikenai sanksi administratif.

Pasal 63

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dapat berupa:
a.    peringatan tertulis;
b.    penghentian sementara kegiatan;
c.    penghentian sementara pelayanan umum;
d.    penutupan lokasi;
e.    pencabutan izin;
f.     pembatalan izin;
g.    pembongkaran bangunan;
h.    pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i.      denda administratif.

Pasal 64

Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 65

a.    Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat.

b.    Peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, antara lain, melalui:

a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

c.    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan bentuk peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 66

(1)  Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan penataan ruang dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan.
(2)  Dalam hal masyarakat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tergugat dapat membuktikan bahwa tidak terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang.
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 67
(1)  Penyelesaian sengketa penataan ruang pada tahap pertama diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat.
(2)  Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh kesepakatan, para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 69
(1)  Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2)  Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
(3)  Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 70

(1)  Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2)  Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan fungsi ruang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3)  Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
(4)  Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 75
(1)  Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72, dapat menuntut ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana.
(2)  Tuntutan ganti kerugian secara perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan hukum acara pidana.

KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 76

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 77
(1)  Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus disesuaikan dengan rencana tata ruang melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang.
(2)  Pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata ruang sebelumnya diberi masa transisi selama 3 (tiga) tahun untuk penyesuaian.
(3)  Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan rencana tata ruang dan dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh sesuai dengan prosedur yang benar, kepada pemegang izin diberikan penggantian yang layak.

KETENTUAN PENUTUP
Pasal 78
(1)  Peraturan pemerintah yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.
(2)  Peraturan presiden yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lambat 5 (lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.
(3)  Peraturan Menteri yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.
(4)  Dengan berlakunya Undang-Undang ini:
a.      Peraturan Pemerintah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional disesuaikan paling lambat dalam waktu 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan;
b.      semua peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi disusun atau disesuaikan paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan; dan
c.      semua peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota disusun atau disesuaikan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.

Pasal 79

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 80

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Saran - Pendapat - Pesan

Nama

Email *

Pesan *