Danau Dendam Tak Sudah

The Dam Yang tidak selesai, atau De Dam Tak Sudah, Danau Dendam Tak Sudah

60 sd 80% Sampah Rumah Tangga adalah Bahan Organik

Potensi masalah ketika tidak diolah, potensi pendapat keluarga ketika diolah, potensi nilai tambah ketika dilakukan Biokonversi Dikelola Secara Bijak

Urban Farming

Pemanfaat Lahan Masjid Jamik Al Huda sebagai terapi psikologis dan nilaitambah pendapatan keluarga

Urban Farming (Budidaya Lahan Sempat)

Memanfaatkan Lahan Sempit untuk menambah nilai manfaat lahan diperkotaan sekaligus sebagai eduwisata

Urban Farming Tanaman Hortikultura

Sayuran segar siap dikonsumsi kapan saja...

Kamis, 01 Januari 2009

Satu Tahun Pemerintahan Ahmad Kanedi dan Edison Simbolon

Catatan Dari Diskusi Refleksi Akhir Tahun Program Pembangunan Pemerintah Kota Bengkulu.

Pantas kita memberikan apresiasi terhadap upaya Ahmad Kanedi dan Edison Simbolon, mencoba meminta respon dari masyarakat terhadap program 1 tahun pemerintahan yang mereka pimpin.

Untuk diketahui, Ahmad Kanedi dan Edison Simbolon di lantik pada tanggal 17 Nopember 2007, berarti lebih 1 tahun satu bulan beliau memimpin Kota Bengkulu. Dari evaluasi yang diadakan dapat ditarik kesimpulan, selama 1 tahun masa kemimpinan mereka belum banyak yang bisa diperbuat, hal ini disebabkan konsentrasi Ahmad Kanedi dan Edison Simbolon masih pada soal ada kasus gugatan pilkada dan adanya Fatwa Mahkamah Agung. Jujur kami katakan, polemik ini muncul karena sistem perundang-undangan kita masih mempunyai celah dan tidak mempunyai protap penyelesaian jika salah satu calon terbukti melakukan money politik, sementara mereka sudah dilantik.

Dari pengamatan kami sebenarnya, baik pasangan Ahmad Kanedi dan Edison Simbolon (yang mana seorang tim suksesnya melakukan money politik dan mengajak eksodus untuk warga; terbukti dengan putusan pengadilan), maupun pasangan Drs. Chalik Effendi dan Drs. Arifin Daun, sudah menjadi rahasia umum bahwa mereka telah memanfaatkan kekuasan untuk melakukan pembujukan dan usaha-usaha "money politik".

Pernah suatu waktu dalam masa kampanye, saya bersama seorang teman memergoki seorang ketua RT di Kelurahan Surabaya sedang membagi-bagikan beras kepada warga (bukan beras raskin), dengan catatan warga boleh mengambil beras jika mendukung pasang Chalik dan Arifin Daun, ada daftar nama dengan judul yang jelas tim Chalik dan Arifin Daud. Lalu sebagai warga saya mencoba menghubungi wartawan RB, sang wartawan melakukan reportasi dan pada kesimpulan yang sama, akhirnya saya menelpon salah seorang Panwas Kota yaitu Sdr Ispal Andri (Sekarang menjabat salah satu Anggota KPU Kota Bengkulu), beliau meminta saya mencarikan bukti. Dalam hati saya pikir ini panwas tugasnya apa sih..., saya melaporkan, kok saya yang disuruh mencari barang bukti. Akhirnya saya punya inisiatif mendatangi Panwas Kecamatan Sungai Serut yang berada di Tanjung Jaya. Saya ceritakan, akhirnya mereka saya langsung bawa dengan kendaraan saya. Sesampai di sana, ternyata semua panwas kecamatan Sungai Serut sudah lengkap dan menuju Rumah RT tempat bagi-bagi beras. Ada perdebatan sengit antara saya dengan panwas yang kebetulan (Seorang Polisi dan Seorang Wartawan), mereka mengatakan susah untuk mendapatkan barang bukti dan saksi. Saya ketawa..., saya bilang ke mereka....barang bukti dari TKP, bukan kita sedang melihat sendiri apa yang dilakukan warga, ada yang menimbang, ada yang datang, ada berasnya, ada RT-nya, dan Kita dengan 7 orang diluar warga menyaksikan peristiwa itu, dan tentunya tugas panwas untuk menindak lanjuti, dalam benak saya semestinya Pak RT nya langsung diproses dan ditahan. Saya memang tidak ingin menginterpensi lebih jauh, tetapi sebuah kenyataan PANWAS yang juga seorang polisi menjadi pengecut, hingga detik ini kasus itu tidak pernah di proses. Jadi pada kesimpulan dua pasang peserta pilkada tersebut diduga telah melakukan money politik.

Dalam persoalan, pembahasan Fatwa di DPRD, jelas-jelas Bapak Ahmad Zarkasi sebagai Ketua DPRD, tidak akan pernah membiarkan Drs. Chalik memenangkan keputusan politik di DPRD Kota, sebab ada dendam lama, bahwa beliau pernah tercatat sebagai NAPI gara-gara berseteru dengan Chalik. Makanya pada saat evaluasi terungkap bahwa Ahmad Zarkasi dengan cara apapun akan mementahkan perlawan anggoat DPRD yang berpihak kepada Pak Chalik, tapi aroma permainan muncul baik dilakukan oleh Kubu Chalik maupun Kubu Ahmad Kanedi, sebuah pertaruhan politik terjadi lagi, dan bagi angggota DPRD Kota, lumayan games politik akhir masa jabatan. Seseorang yang dekat dengan walikota pernah bercerita dengan saya bahwa Bapak Ahmad Kanedi cukup repot dibuat kasus Fatwa MA ini, katanya cukup besar dana yang keluar, bahkan disebutkan angkanya dalam miliaran. Saya hanya terjenung betapa besarnya uang rakyat di hamburkan untuk pertaruhan politik ini.

Kembali pada persoalan refleksi satu tahun Ahamad Kanedi, itulah alasan mengapa Akhamad Kanedi dan Edison Simbolon tidak bisa berbuat banyak selama satu tahun ini, repot dengan Fatwa MA.

Dalam bentuk refleksi ini paling tidak ada beberapa masalah yang muncul dalam kurun satu tahun ini yang terungkap:

1. Persoalan mutasi menggambarkan betapa sesungguhnya manajemen pemerintahan masih sangat lemah, jangankan ingin menempatkan orang secara profesional, orang yang sudah meninggalpun masih tetap di lantik. Ini menggambarkan betapa lemahnya database yang dimiliki oleh Pemda Kota. Pada saat pertemuan memang disangkal oleh Ahmad Kanedi, tapi secara pasti seorang kasi yang telah meninggal, di Kelurahan Panorama yang kebetulan hanya beberapa meter dari kediaman saya masih tetap dilantik. Ini menggambarkan betapa susahnya seorang kepala daerah mau mengakui kesalahanya. Yang sudah terbuktipun masih diplintat-plintutkan. Semoga dengan refleksi ini, Bapak Ahmad Kanedi Sadar dan segera bertobat. Sampai saat ini, persoalan mutasi masih menyisahkan persoalan gugatan dari para mantan pejabat Pemkot yang di nonjobkan. Ada sebuah pembicaraan ringan saya dengan Ibu Kuratul Aini, dia berkelakar saat ini katanya, dia seperti merasa menjadi tamu di daerahnya sendiri. Kok begitu? lah kata buk Kuratul, hampir semua pejabat di Pemkot orang Padang dan orang Batak. Makanya untuk tahun 2013 ibu Kuratul bertekat untuk maju, biar ngak merasa asing dirumah sendiri katanya. Siap-siap aja....... Saya sih cuma mau nonton aja.

2. Persoalan yang tidak kalah hebohnya adalah persoalan jemaah haji. Seorang tim sukses Ahmad Kanedi, yang kebetulan memimpin KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji) Al Marjan, yaitu Bapak Supriyanto bercerita kepada saya, betapa sesungguhnya beliau menyesal telah membantu Bapak Ahmad Kanedi, karena dia sudah berusaha urun-rembuk untuk mempertanyakan persoalan adanya penduduk dari luar Provinsi Bengkulu yang menjadi pendaftar di Kota Bengkulu. Peraturan perundang-undangan jelas-jelas memiliki KTP ganda adalah tindak pindana, tetapi Bapak Ahamad Kanedi dengan lantang menyatakan bahwa dia Ahli Hukum, siap berdebat 3 hari 3 malam, tapi apa yang terjadi dari data yang saya peroleh, jelas-jelas ada pemalsuan identitas yang lakukan aparat birokrasi, bukan lurah, bukan camat tetapi setingkat di catatan sipil. Bayangkan dalam satu kasus satu alamat ada 12 orang calon jemaah haji, yang setelah ditelusuri tidak ada pada alamat tersebut. Setelah Bapak Supriyanto dkk, memasukan gugutan ke PTUN barulah Bapak Ahmad Kanedi ngeper dan mencabut serta membatalkan KTP calon jemaah haji dari luar tersebut. Inilah betapa gambaran seorang pemimpin kita, ya..mungkin karena banyak dari sanak kadang nan jauh kali..? ngak tauh lah..

3. Persoalan adanya honor RT/RW, para dai dan guru ngaji, setelah di demo baru keluar

4. Persoalan test CPNS yang tidak memanfaatkan Universitas Bengkulu sebagai pembuat dan pemeriksa soal test. Persoalan ini sempat saya bahas pada tulisan saya sebelumnya (Test CPNS Masyarakat Tertipu Lagi)

Refleksi yang diisi dengan mensosialisasikan visi dan misi yang pernah di lontarkan saat kampanye dulu. Intinya ada 3 Pilar yang disampaikan: Pendidikan Gratis, Kesehatan Gratis, Ekonomi kerakyatan (dijelaskan prioritas untuk kaum Ibu-Ibu).

Dari hal dilontarkan, banyak yang dikritisi diantaranya soal pendidikan gratis, menurut Ahmad Zarkasi (Ketua DPRD) kata Gratis harus dirubah dengan kata Pendidikan Bersubsidi, karena faktanya masih banyak pungutan, bahkan kenyataannya pada operasionalnya masih banyak pungutan disekolah-sekolah. Dalam penjelasannya Bapak Wali masih tetap kukuh dengan kata Gratis, walaupun masih ada pungutan, inilah Gambaran takut kehilangan muka...., atau memang banyak persediaan muka, atau memang muka tembok.

Kesehatan Gratis sebagai salah satu program ditingkat Puskesmas telah membuat persoalan tersendiri, karena kata-kata gratis membuat pada tingkat paling bawah terjadi persoalan, kadang kala karena terbatasnya dana membuat persediaan obat-obatan yang disuplai dari APBD sangat terbatas, pada impelementasinya dari fakta yang pernah diungkapkan oleh salah seorang keluarga saya yang kebetulan PNS di Puskemas, disiasati dengan menutup pelayanan hanya sampai jam 11 pagi. Inilah gambaran program yang dibuat belum menghitung kebutuhan riil dari masyarakat. Ke depan program kesehatan gratispun harus dikoreksi.

Pembangunan ekonomi kerakyatan, cukup bagus cuma dengan dana yang hanya 4.1 M yang dianggarkan oleh APBD 2009, kita belum bisa berbuat banyak. Apalagi arahnya lebih pada pemanfaatan simpan pinjam, yang mungkin lebih pada hal yang konsumtif. Perlu pendampingan agar sasaran prgram bisa berlangsung dengan baik.

Dari penjelasan ini, menggambarkan ada beberapa hal yang harus dikoreksi tajam, bahkan harus ada penambahan program untuk mencapai visi masyarakat Bengkulu yang bermartabat dan makmur.

Kata bermartabat dan makmur, tidak hanya bisa dicapai sub sektor pembangunan atau 3 pilar yang didengungkan. Bahkan sudah dimentahkan oleh Ketua DPRD Kota harus ditambah dengan infra struktur. Ditambahkan oleh BMA dengan mengakatan adat istiadat biar beradab, toh PERDA ADAT sudah ada, tinggal impelementasinya saja. Ada satu kritik untuk Bapak Ahamad Kanedi, muncul joke ditegah masyarakat,...Bapak Wali itu memeng mudah bakecek tetapi idak mudah berasan dan sulit untuk realisasinya. Ini contohnya, pada suatu malam Saya, Drs. Hudzaifah Ismail (Mantan Ketua BMA Provinsi), Hazairin Amin, Ketua dan Sekretaris BMA Kota yaitu Syarifudin Wahid dan Salman Murni, datang bersilaturahim dengan walikota untuk menyampaikan hal-hal tertentu. Diantaranya soal BMA dll, dengan sigap Pak Wali berjanji akan memberikan pinjaman untuk Kantor BMA dan MUI, tetapi janji tersebut sudah kadaluarsa belum juga ditepati. Dengan orang tua saja, dengan mudah berjanji, tetapi realisasinya jauh... Ini harus menjadi koreksi tajam agar Pak Wali jangan mudah berjanji, kalau memang sulit jangan pernah membuat janji-janji kosong.

Dari penjelasan diatas, kami bisa menarik benang merah bahwa sesungguhnya Pemerintah Kota harus merevisi atau menambahkan program yang harus mendapat perhatian dalam pembanguan di Kota Bengkulu. Karena pembangunan adalah sebuah sistem, dimana Sistem adalah setiap elemen yang saling terkait dan terorganisir untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini tujuannya adalah menuju masyarakat Kota yang Bermartabat dan makmur. Banyak elemen atau sektor yang belum disentuh. Infrastruktur misalnya, ketersediaan sumberdaya listrik misalnya, ketersediaan air bersih, penerapat Perda Adat, penegakan hukum, upaya pemberantasn korupsi dll. Hal-hal tersebut adalahan elemen-elemen dari sebuah sistem pemerintahan yang tidak boleh dilupakan karena saling terkait untuk mencapai masyarakat yang bermartabat dan makmur.

Bengkulu, 1 Januari 2009

Rabu, 31 Desember 2008

Gubernur Bengkulu Agusrin Diperiksa sebagai Tersangka

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO/Kompas Images
Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamuddin tiba di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (30/12), memenuhi panggilan tim penyidik untuk diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi bagi hasil pajak bumi dan bangunan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan yang merugikan negara Rp 21 miliar.

Rabu, 31 Desember 2008 | 00:24 WIB

Jakarta, Kompas - Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamuddin diperiksa sebagai tersangka korupsi di Kejaksaan Agung, Selasa (30/12). Agusrin disangka korupsi penyaluran dan penggunaan dana bagi hasil pajak bumi dan bangunan (PBB) serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) di Provinsi Bengkulu.

Saat tiba di Gedung Bagian Tindak Pidana Khusus Kejagung, Agusrin kepada wartawan menyampaikan, ia berterima kasih telah diberikan kesempatan untuk menjelaskan kepada Kejaksaan Agung. ”Wajar kalau Kejaksaan Agung melakukan klarifikasi berdasarkan aduan pihak tertentu. Mereka kan belum tentu melaporkan data yang valid,” katanya.

Agusrin mengaku tidak tahu kesalahannya sehingga disangka korupsi. ”Kalau dituduh korupsi, saya tidak pernah korupsi. Kalau dituduh ada uang negara yang hilang, sampai sekarang tidak ada uang negara yang hilang,” kata Agusrin.

Kemarin, Agusrin didampingi pengacara Muchlis Amin dari kantor pengacara Andi Sjarifuddin and Partners. Andi Sjarifuddin—pensiunan jaksa—juga hadir di Gedung Bundar saat pemeriksaan berlangsung.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy, menjawab pertanyaan wartawan, mengatakan, jaksa baru memperoleh izin dari Presiden untuk memeriksa Agusrin sebagai tersangka. Izin penahanan, menurut Marwan, belum diajukan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan, pemeriksaan dan penahanan kepala daerah harus seizin presiden.

Mengenai bantahan Agusrin soal sangkaan korupsi terhadap dirinya, Marwan mengatakan, ”Soal dia tidak mengaku, bukan urusan kita. Tetapi, sebaiknya dia kembalikan uang yang sudah dia gunakan itu.”

Dari penyidikan tim jaksa yang diketuai Faried Haryanto ditemukan, pada tahun 2006 Provinsi Bengkulu memperoleh dana bagi hasil PBB dan BPHTB sebesar Rp 27,607 miliar. Dana itu seharusnya masuk ke rekening kas umum daerah pada Bank Pembangunan Daerah Bengkulu. Namun, pada 22 Maret 2006, Agusrin mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan tentang penambahan rekening pada BRI Cabang Bengkulu atas nama Dispenda Bengkulu.

Digunakan secara leluasa

Dana bagi hasil PBB dan BPHTB itu lalu disalurkan ke rekening khusus Pemerintah Provinsi Bengkulu atas nama Dispenda Bengkulu. Akibatnya, dana Rp 21,323 miliar dapat digunakan dengan leluasa oleh Chairudin selaku Kepala Dispenda Bengkulu. Dana itu, antara lain, untuk membiayai kegiatan yang belum dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Bengkulu dan biaya-biaya lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, termasuk dana yang diberikan/diterima Agusrin melalui staf atau ajudannya, sebesar Rp 6 miliar.

Agusrin kemudian memerintahkan Badan Usaha Milik Daerah Bengkulu Mandiri untuk seolah-olah menanamkan modal di usaha tertentu. (idr)

Menawari Pengembalian Uang 21.3 M

Kejagung belum Tahan Gubernur Bengkulu
By Republika Newsroom
Selasa, 30 Desember 2008 pukul 21:52:00

JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) belum menahan Gubernur Bengkulu, Agusrin Maryono Najamuddin, meski sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus 'Dispenda Gate'.Gubernur Bengkulu pada Selasa (30/12), diperiksa tim penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung."Ya benar, Gubernur Bengkulu diperiksa, tapi belum ditahan," kata Jampidsus Kejagung, Marwan Effendy, di Jakarta, Selasa.

Ia juga membenarkan Gubernur Bengkulu menawari untuk mengembalikan uang Dispenda Gate sebesar Rp21,3 miliar.
"Gubernur Bengkulu baru menawari pengembalian uang," katanya.

Sebelumnya dilaporkan, Kejaksaan Agung (Kejagung) gagal memperoleh izin penahanan Gubernur Bengkulu yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus 'Dispenda Gate', Agusrin Maryono Najamuddin dari Presiden RI."Ya, permintaan yang dikabulkan hanya izin pemeriksaan, 30 Desember 2008 akan diperiksa," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Marwan Effendy, di Jakarta, Senin.

Menurut dia, sedangkan izin penahanan untuk orang nomor satu di Provinsi Bengkulu tersebut, belum dikabulkan.
"Izin penahanannya belum dikabulkan," katanya.

Berdasarkan informasi, pengajuan izin pemeriksaan terhadap Agusrin tersebut, bukan hanya pemeriksaan melainkan juga penahanan. Sebelum dilaporkan, dalam kasus tersebut, Kejati Bengkulu sudah menetapkan Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Bengkulu, Chairuddin, ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pajak bagi hasil senilai Rp21,3 miliar.

Seperti diketahui, kasus korupsi itu terungkap setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) regional Palembang melakukan audit terhadap APBD Provinsi Bengkulu 2006.Dalam audit tersebut ditemukan adanya dana bagi hasil pajak sebesar Rp21,3 miliar dari total Rp25 miliar tidak jelas penggunaannya. Dana tersebut seharusnya dibagikan untuk provinsi dan kabupaten/ kota.ant/kp

Sumber Republika Online

Selasa, 30 Desember 2008

Gubernur Bengkulu Diimbau Kembalikan Uang Korupsi

Selasa, 30/12/2008 15:42 WIB
Gubernur Bengkulu Diimbau Kembalikan Uang Korupsi Dispenda Rp 27,3 M
Novia Chandra Dewi - detikNews

Jakarta - Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamudin diimbau mengembalikan uang yang diduga dikorupsinya dari Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Pemprov senilai Rp 27,3 miliar. Surat penahanan Agusrin yang sudah menjadi tersangka sejak September 2008 sudah diajukan ke Presiden.

"Sebaiknya dia bayar uang itu kalau misalkan dia pakai," ujar Jampidsus Marwan Effendi di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Selasa (30/12/2008).

Tentang penyangkalan Agusrin bahwa dirinya tidak melakukan korupsi, Marwan tak acuh.

"Soal dia nggak ngaku, itu urusan dia. Kita kan punya keterangan saksi. Punya ahli, dan punya surat-surat," tambah dia.

Menurut Marwan, Agusrin yang menjadi tersangka sejak September 2008 lalu melakukan gali lubang tutup lubang dalam korupsi Dispenda itu.

Sementara itu menurut sumber di Kejagung, surat penahanan sudah diajukan ke Presiden SBY.

"Surat pengajuan penahanan Agusrin sudah diajukan ke presiden. Namun hingga kini surat penahanan tersebut belum turun," ujar dia.

Menurut sumber itu, aksi gali lubang tutup lubang Agusrin dilakukan dengan membentuk lembaga investasi. Agusrin memakai dana investasi di lembaga itu untuk menutup kas Dispenda yang telah diambilnya.

Hari ini Agusrin kembali diperiksa Kejagung sejak pukul 09.20 WIB. Sebelumnya kasus ini mencuat setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit keuangan Pemprov Bengkulu atas uang Pajak Bumi Bangunan (PBB)/Bea Perolehan Hak atas Tanah dan PBB (BPHTPBB) tahun 2006. Dana yang seharusnya masuk kas daerah itu, justru dimasukkan ke dalam rekening penampungan untuk menghindari izin dari DPRD untuk penggunaannya. Otomatis dana tersebut tidak masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Agusrin ditetapkan sebagai tersangka September 2007, karena mendapatkan dana Rp 6 miliar dari Rp 27,3 miliar. Sebelumnya Kejaksaan menetapkan Kepala Dispenda Pemprov Bengkulu Chairuddin sebagai tersangka.

Chairuddin telah divonis 1 tahun oleh PN Kota Bengkulu. Dalam vonisnya, Chairuddin terbukti bersalah bersama-sama dengan pihak lain, salah satunya Agusrin, dalam memanfaatkan dana Dispenda tanpa bukti yang tertib dan sah.(nwk/nrl)

Detik News

Saran - Pendapat - Pesan

Nama

Email *

Pesan *