Upacara Adat Khatam Al-Qur'an atau TAMAT KAJI (Temat Kaji, dalam Bahasa Lembak)
Tamat kaji adalah sebuah upacara adat yang dilakukan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur karena si anak sudah mampu membaca Al-Quran. Kepandaian membaca al-quran dalam masyarakat Lembak merupakan sebuah keharusan dan kebanggaan dalam keluarga. Ditengah-tengah masyarakat Lembak kemampuan seorang anak membaca al-quran dengan baik memiliki nilai penghargaan yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan hampir semua aktivitas dalam masyarakat Lembak sangat kental dengan kebiasaan membaca Al Qur’an. Seseorang baru dianggap tokoh masyarakat jika dia terbiasa di undangan untuk bersama-sama membaca Al Qur’an terutama pada saat prosesi berduka atas meninggalnya salah satu anggota keluarga. Membaca Al-Quran bersama-sama ini biasanya diselenggaran pada hari yang ke tujuh setelah meninggalnya anggota keluarga tersebut.
Jika seorang ayah atau ibu tidak mampu untuk mengajar anaknya mengaji, maka sejak usia dini, orang tua akan menyerahkan anaknya kepada seorang guru mengaji. Pada saat menyerahkan anaknya kepada guru mengaji, seorang ayah menyerahkan anaknya kepada guru ngaji secara lisan (...aku serah ka anak ku ikak untuk diajo ngaji, baik buruk anakku ikak, tegatung dengan bapak itulah....= saya serahkan anak saya ini untuk diajar mengaji, baik dan buruk anak saya ini, tergantung dengan bapak..).
Pada saat menyerahkan anak tersebut orang tua biasanya juga menyerahkan sebuah lehar (tempat meletakan Quran sewaktu kita mengaji atau membaca Al Qur’an), sebuah juz amma, sepotong rotan, dan sebotol minyak tanah. Sepotong rotan sebagai pertanda jika anak tersebut nakal orang tua yang bersangkutan menyerahkan anaknya dan rela anak untuk dipecut (biasanya yang dipecut adalah telapak tangan) ini dilakukan agar anak sungguh-sungguh dalam mengikuti pelajaran mengaji dan hal digunakan untuk mengajarkan disiplin tegas kepada si anak agar anak tidak nakal, hati-hati dan tekun dalam belajar. Sebotol minyak tanah sebagai keikutsertaan dan kewajiban orang tua untuk membantu sarana pendidikan terutama untuk penerangan, dimana dahulu tidak ada listrik dan lampu, yang digunakan sebagai penerangan hanyalah lampu minyak tanah (sekarang sudah diganti dengan uang).
Seorang guru mengaji biasanya menyediakan waktu sehabis melakukan pekerjaan mencari nafkah. Dahulu tidak ada guru yang di undang untuk mengajarkan seorang anak mengaji ke rumah-rumah, tetapi si anaklah yang harus mendatangi rumah gurunya, hal di maknai bahwa ilmu itu harus dicari dan sebagai penghormatan murid kepada gurunya maka semua aturan harus ditaati oleh muridnya (hal ini tercermin dari apa yang pernah diperintah oleh Allah SWT kepada Nabi Musa as, untuk pergi berguru kepada Nabi Khaidir as).
Dalam masyarakat Lembak waktu mengaji biasanya sehabis sholat magrib (kucil magrib, dalam Bahasa Lembak). Bagi murid yang baru mengikuti pelajaran biasanya dituntun oleh murid yang sudah pandai, setelah mendekati akhir pengajian biasanya langsung ditangani oleh gurunya. Hirarki ini menandakan ada kewajiban bagi muridnya yang sudah pandai untuk menerapkan ilmunya secara langsung sehingga jika terjadi sesuatu hal dan guru berhalangan maka proses belajar mengaji tetap dapat dilaksanakan.
Di sekitar tahun 1970-an hingga 1980-an banyak anak dari masyarkat Lembak sebagai lumbung qori dan qoriah yang mengharum nama Kota dan bahkan Propinsi Bengkulu, misalnya serti mendiang H. M. Taib yang pernah menjadi qoriah tingkat nasional mewakili Provinsi Bengkulu.
Setelah anak sudah mampu membaca juz amma, biasanya guru menyampaikan kepada orang tua bahwa si anak sudah siap untuk beralih membaca Al-quran, pada saat ini sebagai bentuk kegembiraan dan rasa syukur orang tua, maka orang tua sianak, melakukan sebuah bentuk syukuran secara adat yang dikenal dengan upacara adat TAMAT KAJI.
Upacara tamat kaji ini dapat dilaksankan secara KHUSUS dikenal dengan Istilah Muce (Upacara adat tamat kaji yang dilakukan untuk mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT secara khusus), atau dapat juga bersamaan dengan pesta pernikahan salah-satu keluarga si-anak.
Pada acara tamat kaji ini biasanya si anak (laki-laki) dianggap sebagai raja yang akan meneruskan cita-cita orang tuanya, makanya pada acara ini si anak akan dihias seperti haji. Proses berias biasanya dilakukan di rumah salah satu kerabat dekatnya atau orang yang menyayangi si anak. Acara ini dikenal dengan istilan Nurun Pengaten Temat Kaji. Dirumah kerabat tadi biasanya disediakan makanan tradisionil, khasnya adalah ketan berkuah dan panganan yang lainnya.
Karena hari ini adalah hari kegembiraan bagi Si anak maka sianak dibawa dengan kendaraan yang sudah dihias, saat dahulu kendaraanya adalah dua buah sepeda yang kemudian di satukan dengan beberapa kayu, yang diatasnya deletakkan kursi yang juga dihias, saat ini biasanya menggunakan Seekor kuda yang dihias atau dengan naik delman. Si anak dibawah dengan kendaraan tersebut menuju rumahnya. Pada saat sampai dirumah, si anak diturunkankan untuk kemudian di arak (dikenal dengan Ngarak Pengaten) dengan gendang rebana, lagu yang dibawakan adalah lagu salurabbuna.
Gambar 1. Seorang anak yang akan tamat kaji (Usman Yassin, 2006)
Bersamaan dengan tamat kaji ini banyak perangkat yang harus disiapkan, diantaranya yang paling utama adalah sejambar nasi kunyit denggan seekor ayam yang sudah dimasak dan dihiasi dengan bunga kertas warna-warni yang bertuliskan keterangan tentang sianak. Sejambar nasi kunyit itu nanti akan ikut dibawah sampai kepengujung (tempat uji coba membaca Al-Quran di depan Majelis), setelah proses acara ini biasanya nasi kunyit tadi akan diantar kepada guru mengajinya sebagai tanda penghormatan yang tinggi dan terima kasih kepada gurunya.
Gambar 2. Jambar Nasi Kunyit yang dipersembahkan kepada Guru Mengaji (Usman Yassin, 2006)
Pada saat yang bersamaan dengan acara tadi juga dibuat bunga kertas warna warni yang nanti akan dibagikan kepada khalayak yang datang, bunga ini sebagai pengumuman bahwa telah dilangsungkannya acara ini dan sekaligus pemberitahuan bahwa si anak sudah pandai membaca al-quran. Acara ini adalah unggapan rasa syukur dan memiliki nilai prestise bagi orang tua, anak dan gurunya.
Gambar 3. Bunga Kertas tanda dilaksanakannya tamat kaji (By Usman Yassin, 2006)
Gambar 4. Tamat Kaji di depan penghulu syara (By Usman Yassin, 2006)
Setelah dilakukannya prosesi membaca Al-Qur’an, sianak yang melakukan tamat kaji tadi diiringi oleh inangnya (pengiring penganten) akan bersalaman kepada semua udangan, ini dilakukan sebagai ungkapan mohon do’a restu kepada undangan agar si anak dapat meneruskan kebiasaan membaca Al-Quran dan sianak dapat mengamalkan ilmu yang diperolehnya.
Tamat kaji adalah sebuah upacara adat yang dilakukan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur karena si anak sudah mampu membaca Al-Quran. Kepandaian membaca al-quran dalam masyarakat Lembak merupakan sebuah keharusan dan kebanggaan dalam keluarga. Ditengah-tengah masyarakat Lembak kemampuan seorang anak membaca al-quran dengan baik memiliki nilai penghargaan yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan hampir semua aktivitas dalam masyarakat Lembak sangat kental dengan kebiasaan membaca Al Qur’an. Seseorang baru dianggap tokoh masyarakat jika dia terbiasa di undangan untuk bersama-sama membaca Al Qur’an terutama pada saat prosesi berduka atas meninggalnya salah satu anggota keluarga. Membaca Al-Quran bersama-sama ini biasanya diselenggaran pada hari yang ke tujuh setelah meninggalnya anggota keluarga tersebut.
Jika seorang ayah atau ibu tidak mampu untuk mengajar anaknya mengaji, maka sejak usia dini, orang tua akan menyerahkan anaknya kepada seorang guru mengaji. Pada saat menyerahkan anaknya kepada guru mengaji, seorang ayah menyerahkan anaknya kepada guru ngaji secara lisan (...aku serah ka anak ku ikak untuk diajo ngaji, baik buruk anakku ikak, tegatung dengan bapak itulah....= saya serahkan anak saya ini untuk diajar mengaji, baik dan buruk anak saya ini, tergantung dengan bapak..).
Pada saat menyerahkan anak tersebut orang tua biasanya juga menyerahkan sebuah lehar (tempat meletakan Quran sewaktu kita mengaji atau membaca Al Qur’an), sebuah juz amma, sepotong rotan, dan sebotol minyak tanah. Sepotong rotan sebagai pertanda jika anak tersebut nakal orang tua yang bersangkutan menyerahkan anaknya dan rela anak untuk dipecut (biasanya yang dipecut adalah telapak tangan) ini dilakukan agar anak sungguh-sungguh dalam mengikuti pelajaran mengaji dan hal digunakan untuk mengajarkan disiplin tegas kepada si anak agar anak tidak nakal, hati-hati dan tekun dalam belajar. Sebotol minyak tanah sebagai keikutsertaan dan kewajiban orang tua untuk membantu sarana pendidikan terutama untuk penerangan, dimana dahulu tidak ada listrik dan lampu, yang digunakan sebagai penerangan hanyalah lampu minyak tanah (sekarang sudah diganti dengan uang).
Seorang guru mengaji biasanya menyediakan waktu sehabis melakukan pekerjaan mencari nafkah. Dahulu tidak ada guru yang di undang untuk mengajarkan seorang anak mengaji ke rumah-rumah, tetapi si anaklah yang harus mendatangi rumah gurunya, hal di maknai bahwa ilmu itu harus dicari dan sebagai penghormatan murid kepada gurunya maka semua aturan harus ditaati oleh muridnya (hal ini tercermin dari apa yang pernah diperintah oleh Allah SWT kepada Nabi Musa as, untuk pergi berguru kepada Nabi Khaidir as).
Dalam masyarakat Lembak waktu mengaji biasanya sehabis sholat magrib (kucil magrib, dalam Bahasa Lembak). Bagi murid yang baru mengikuti pelajaran biasanya dituntun oleh murid yang sudah pandai, setelah mendekati akhir pengajian biasanya langsung ditangani oleh gurunya. Hirarki ini menandakan ada kewajiban bagi muridnya yang sudah pandai untuk menerapkan ilmunya secara langsung sehingga jika terjadi sesuatu hal dan guru berhalangan maka proses belajar mengaji tetap dapat dilaksanakan.
Di sekitar tahun 1970-an hingga 1980-an banyak anak dari masyarkat Lembak sebagai lumbung qori dan qoriah yang mengharum nama Kota dan bahkan Propinsi Bengkulu, misalnya serti mendiang H. M. Taib yang pernah menjadi qoriah tingkat nasional mewakili Provinsi Bengkulu.
Setelah anak sudah mampu membaca juz amma, biasanya guru menyampaikan kepada orang tua bahwa si anak sudah siap untuk beralih membaca Al-quran, pada saat ini sebagai bentuk kegembiraan dan rasa syukur orang tua, maka orang tua sianak, melakukan sebuah bentuk syukuran secara adat yang dikenal dengan upacara adat TAMAT KAJI.
Upacara tamat kaji ini dapat dilaksankan secara KHUSUS dikenal dengan Istilah Muce (Upacara adat tamat kaji yang dilakukan untuk mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT secara khusus), atau dapat juga bersamaan dengan pesta pernikahan salah-satu keluarga si-anak.
Pada acara tamat kaji ini biasanya si anak (laki-laki) dianggap sebagai raja yang akan meneruskan cita-cita orang tuanya, makanya pada acara ini si anak akan dihias seperti haji. Proses berias biasanya dilakukan di rumah salah satu kerabat dekatnya atau orang yang menyayangi si anak. Acara ini dikenal dengan istilan Nurun Pengaten Temat Kaji. Dirumah kerabat tadi biasanya disediakan makanan tradisionil, khasnya adalah ketan berkuah dan panganan yang lainnya.
Karena hari ini adalah hari kegembiraan bagi Si anak maka sianak dibawa dengan kendaraan yang sudah dihias, saat dahulu kendaraanya adalah dua buah sepeda yang kemudian di satukan dengan beberapa kayu, yang diatasnya deletakkan kursi yang juga dihias, saat ini biasanya menggunakan Seekor kuda yang dihias atau dengan naik delman. Si anak dibawah dengan kendaraan tersebut menuju rumahnya. Pada saat sampai dirumah, si anak diturunkankan untuk kemudian di arak (dikenal dengan Ngarak Pengaten) dengan gendang rebana, lagu yang dibawakan adalah lagu salurabbuna.
Gambar 1. Seorang anak yang akan tamat kaji (Usman Yassin, 2006)
Bersamaan dengan tamat kaji ini banyak perangkat yang harus disiapkan, diantaranya yang paling utama adalah sejambar nasi kunyit denggan seekor ayam yang sudah dimasak dan dihiasi dengan bunga kertas warna-warni yang bertuliskan keterangan tentang sianak. Sejambar nasi kunyit itu nanti akan ikut dibawah sampai kepengujung (tempat uji coba membaca Al-Quran di depan Majelis), setelah proses acara ini biasanya nasi kunyit tadi akan diantar kepada guru mengajinya sebagai tanda penghormatan yang tinggi dan terima kasih kepada gurunya.
Gambar 2. Jambar Nasi Kunyit yang dipersembahkan kepada Guru Mengaji (Usman Yassin, 2006)
Pada saat yang bersamaan dengan acara tadi juga dibuat bunga kertas warna warni yang nanti akan dibagikan kepada khalayak yang datang, bunga ini sebagai pengumuman bahwa telah dilangsungkannya acara ini dan sekaligus pemberitahuan bahwa si anak sudah pandai membaca al-quran. Acara ini adalah unggapan rasa syukur dan memiliki nilai prestise bagi orang tua, anak dan gurunya.
Gambar 3. Bunga Kertas tanda dilaksanakannya tamat kaji (By Usman Yassin, 2006)
Gambar 4. Tamat Kaji di depan penghulu syara (By Usman Yassin, 2006)
Setelah dilakukannya prosesi membaca Al-Qur’an, sianak yang melakukan tamat kaji tadi diiringi oleh inangnya (pengiring penganten) akan bersalaman kepada semua udangan, ini dilakukan sebagai ungkapan mohon do’a restu kepada undangan agar si anak dapat meneruskan kebiasaan membaca Al-Quran dan sianak dapat mengamalkan ilmu yang diperolehnya.