Yayasan Lembak

Yayasan Lembak adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang dibangun atas dasar keinginan memperjuangkan Hak-hak adat masyarakat Suku Lembak pada tahun 1999, karena ranah perjuangan yang bersentuhan dengan kasus-kasus lingkungan hidup dan sumberdaya alam yang pada akhirnya persoalan mengarah pada kebijakan maka akhirnya Yayasan Lembak juga konsen pada persoalan semua nasib kaum tertindas dan dimarginalkan. Persoalan yang muncul yang dialami masyarakat juga disebabkan kasus-kasus Korupsi anggaran APBD dan APBN, akhirnya Yayasan Lembak juga berada pada Garda Depan melakukan perlawan terhadap kasus-kasus Korupsi, sebuah Gerakan yang pernah digagas oleh pendiri sekaligus ketua Yayasan Lembak, yaitu dengan Gagasan Gerakan 1.000.000 Facebookers dukung Bitchan, yang menjadi trent topik dimedia massa dan dunia maya. Ayo dukung terus berlanjut aktivitas perjalanan Yayasan Lembak Bengkulu. Semoga informasi ini bermanfaat untuk kita semua, Terimakasih.

Selasa, 11 Juni 2013

Terintimidasi, Keluarga Ujang Ali Minta Perlindungan Dewan

Pertemuan di DPRD Kota Bengkulu (RB)
Sengketa lahan antara keluarga Ujang Ali dengan satuan Brimobda Bengkulu kembali berlanjut. Merasa terintimidasi, keluarga Ujang Ali meminta perlindungan DPRD Kota Bengkulu sekaligus meminta DPRD Kota memfasilitasi penyelesaian sengketa lahan tersebut.
Kedatangan Ujang Ali didampingi Yayasan Lembak dan tokoh masyarakat setempat diterima Wakil Ketua I DPRD Kota Bengkulu, Nurman Sohardi, SE dan dihadiri anggota DPRD Kota Sutardi, SH, Nuharman, SH, Syamsul Azwar, SH, MH, Evi Permatasari, SH, MH dan dr. Anarulita.
Sekadar mengingat, sengketa lahan Ujang Ali sekaligus rumahnya yang diklaim Sat Brimob mencuat sejak September 2012. Pihak keluarga masih merasa terintimidasi secara psikis terlebih setelah Ujang Ali dan anaknya yang sempat dilaporkan ke Polda Bengkulu. Meskipun mediasi dan pertemuan telah beberapa kali digelar, namun permasalahan tersebut belum memiliki titik temu.

Ketua Yayasan Lembak Usman Yasin mengatakan, keluarga Ujang Ali memiliki sejumlah alat bukti kepemilikan lahan berupa peta tahun 1952, surat keterangan kapolda tahun 1997 dan hasil pengukuran BPN yang seluruhnya menyatakan luas lahan Ujang Ali seluas 4 hektare. Untuk itu, Usman meminta BPN Kota tidak menerbitkan sertifikat lahan yang diajukan Brimob sebelum sengketa tersebut selesai.

Usman menambahkan, tanah yang dimiliki Ujang Ali ini merupakan tanah warisan orangtuanya yang dikuasai sejak 1950an dan dikelola Ujang Ali sejak 1992. Tanah tersebut dihibahkan pada 2002 dengan surat hibah dari orang tua Ujang Ali kepada Ujang Ali yang diketahui kepala Kelurahan Semarang dan ditandatangani oleh pihak yang berbatasan secara langsung. Sejak mendapat surat keterangan hibah, Ujang Ali melakukan pengurusan pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB) sehingga 2003 hingga sekarang.

“Kemudian saat bapak Imam Margono yang pada waktu itu menjabat Kasat Brimob Bengkulu, beliau memberikan fotokopian peta meetbrief 1952 dan membuat surat keterangan batas tanah dengan kesatuan Brimob yang ditandatangani oleh beberapa orang yang tanahnya berbatasan langsung dengan lahan milik Brimob. Surat ini sebagai pedoman dan pegangan jika terjadi sengketa dikemudian hari. Akan tetapi, ketika pergantian kasat Brimob dan oknum Brimob lalu mempersoalkan lahan Pak Ujang Ali. Ini ditandai dengan pemancangan batas secara sepihak dari oknum,” papar Usman.

Lalu, sambung Usman, pada Rabu April 2012, Ujang Ali dipanggil untuk diperiksa dalam dugaan tindak pidana penyeborotan tanah. Karena tidak mampu memberikan penjelasan dan rasa takut, Ujang Ali yang tadi diperiksa dengan dugaan tindakan penyeborotan tanah terpaksa menandatangani surat perjanjian damai dengan melakukan pembagian tanah tersebut menjadi dua bagian.

Sebagian besar lahan seluas 2.643 m2 dikuasai oleh saudara Zainal Syah Bin Chaidir Anwar Daut (aparat Brimob), sedangkan sebagian kecilnya dikuasai oleh Ujang Ali yakni seluas 1012 m2. “Keterpaksaan ini karena rasa tertekan dan ketakutan serta ketidakmampuan, maka tidak ada pilihan karena dibawah ancaman terhadap tindak pidana penyerobotan tanah, akhirnya Ujang Ali menandatangani surat tersebut dengan terpaksa,” ujar Usman

Setelah peristiwa tersebut, Ujang Ali dan keluarganya mendatangi Yayasan Lembak untuk meminta perdampingan karena merasa dizalimi. Berdasarkan permintaan tersebut, ujar Usman, pihaknya mulai melakukan advokasi dan mengumpulkan semua dokumen yang memungkinkan untuk didapat sebagai upaya membantu memfasilitasi penyelesaian sengketa tersebut.

“Di tengah investigasi kami, akhirnya mendapatkan sebuah surat keterangan dari Kapolda Bengkulu tertanggal 27 Januari 1997 yang menerangkan kalau luas lahan Brimob Bengkulu adalah sekitar 4 hektare,” kata Usman.

Saat dilakukan pertemuan antara Ujang Ali dengan Brimob serta pihak terkait, Usman mengaku telah mengonfirmasi posisi lahan tersebut. Namun, pihaknya disodorkan peta lokasi yang sudah dilakukan oleh BPN yang menyatakan lahan Ujang Ali berada di luar lahan Brimob berdasarkan peta meet brief tahun 1952. “Artinya tidak ada penyeborotan tanah yang dituduhkan terhadap Ujang Ali. Apalagi keterangan yang kami peroleh dari beberapa tokoh masyarakat yang hadir pada saat itu membenarkan jalan tersebut digunakan untuk menuju lokasi pekuburan di belakang asrama Brimob. Saat ini jalan tersebut ditutup oleh Brimob dan masuk lokasi pagar Brimob,” terang Usman.

Kemudian barulah diupayakan perdamaian dengan pertemuan dilakukan di Kantor Lurah Semarang. Karena tidak ada kesepakatan harga, maka pembebasan lahan tidak jadi dilakukan. “Karena merasa tidak senang dan gagal bernegosiasi, maka oknum Brimob mencari-cari kesalahan mempersoalkan hal yang timbul di lapangan saat terjadinya eksekusi tidak prosedural beberapa waktu lalu,” ujar Usman.

Divisi Logistik Brimobda Rustomo S.Sos,I yang mewakili Brimobda Bengkulu menyatakan, luas tanah milik Brimobda Bengkulu adalah seluas 57.404 meter persegi yang di dalamnya termasuk tanah Ujang Ali. “Memang dulu orang tua dari bapak Ujang Ali diberi izin menggarap oleh Satbrimobda, dan sekarang tanah itu rencananya akan dibangun asrama,” terang Rustomo yang mewakili Kasat Brimob Kombes Edi Mardiaanto yang berhalangan hadir.

Menanggapi hal itu, Nurman mengatakan, DPRD Kota Bengkulu menilai tanah Ujang Ali mempunyai dasar hukum yang cukup kuat. Karena itu, Nurman meminta agar BPN jangan dulu menerbitkan sertifikat lahan sebelum sengketa selesai. “Kesimpulannya apa yang dipaparkan kedua belah pihak, hendaknya BPN jangan dulu menerbitkan sertifikat lahan sebelum persoalan ini selesai. Dan kami (dewan) akan sama-sama mengkaji lebih dalam terkait persoalan ini bersama eksekutif,” kata Nurman. (new)

3 komentar:

  1. Berita terkait http://bengkuluekspress.com/sengketa-tanah-ditengahi-dewan/

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Berita Terkait, RRI Bengkulu http://rri.co.id/index.php/berita/56249/Warga-Laporkan-Upaya-Kriminalisasi-Oknum-Brimob-

    BalasHapus

Saran - Pendapat - Pesan

Nama

Email *

Pesan *