Yayasan Lembak

Yayasan Lembak adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang dibangun atas dasar keinginan memperjuangkan Hak-hak adat masyarakat Suku Lembak pada tahun 1999, karena ranah perjuangan yang bersentuhan dengan kasus-kasus lingkungan hidup dan sumberdaya alam yang pada akhirnya persoalan mengarah pada kebijakan maka akhirnya Yayasan Lembak juga konsen pada persoalan semua nasib kaum tertindas dan dimarginalkan. Persoalan yang muncul yang dialami masyarakat juga disebabkan kasus-kasus Korupsi anggaran APBD dan APBN, akhirnya Yayasan Lembak juga berada pada Garda Depan melakukan perlawan terhadap kasus-kasus Korupsi, sebuah Gerakan yang pernah digagas oleh pendiri sekaligus ketua Yayasan Lembak, yaitu dengan Gagasan Gerakan 1.000.000 Facebookers dukung Bitchan, yang menjadi trent topik dimedia massa dan dunia maya. Ayo dukung terus berlanjut aktivitas perjalanan Yayasan Lembak Bengkulu. Semoga informasi ini bermanfaat untuk kita semua, Terimakasih.

Senin, 05 Januari 2009

Marwan: Pengadilan di Bengkulu Tak Kondusif


"Bukan masalah pendukungnya yang dikhawatirkan, tapi apakah pengadilannya bisa obyektif."

Kejaksaan Agung menilai pengadilan di Bengkulu tidak akan kondusif untuk menyidangkan kasus penyelewenangan dana Anggaran Daerah Bengkulu. Sebab, tersangka kasus tersebut, Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamudin, merupakan penguasa di sana.

"Bukan masalah pendukungnya yang dikhawatirkan, tapi apakah pengadilannya bisa obyektif tidak," jelas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Marwan Effendy kepada wartawan di kantor Kejaksaan Agung, Rabu 31 Desember 2008.

Karena menjadi penguasa Bengkulu saat ini, sambungnya, Agusrin otomatis memiliki hubungan dekat dengan sejumlah pejabat daerah Bengkulu. "Tapi, kita lihat nanti saja. Pastinya, kami minta hakim yang fair," tambah Marwan.

Selain itu, saat ini penyidik tengah mempertimbangkan tindakan hukum lainnya untuk tersangka kasus anggaran daerah itu. Maksudnya penahanan? "Jangan terlalu vulgar lah. Lagipula izinnya belum turun," tukasnya. Keputusan tindakan hukum itu, sambungnya, tergantung dari penilaian penyidik apakah menemukan adanya indikasi tersangka akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti atau tidak.

Kasus ini berawal ketika Pemerintah Provinsi Bengkulu menerima dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp 27,6 miliar. Dana yang seharusnya masuk ke rekening Pemerintah Provinsi justru masuk ke rekening lain. Kejaksaan menduga Agusrin menikmati Rp 6 miliar. Sedangkan sisanya digunakan tanpa bukti yang sah.

Sumber: Viva News

0 comments:

Posting Komentar

Saran - Pendapat - Pesan

Nama

Email *

Pesan *