Yayasan Lembak

Yayasan Lembak adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang dibangun atas dasar keinginan memperjuangkan Hak-hak adat masyarakat Suku Lembak pada tahun 1999, karena ranah perjuangan yang bersentuhan dengan kasus-kasus lingkungan hidup dan sumberdaya alam yang pada akhirnya persoalan mengarah pada kebijakan maka akhirnya Yayasan Lembak juga konsen pada persoalan semua nasib kaum tertindas dan dimarginalkan. Persoalan yang muncul yang dialami masyarakat juga disebabkan kasus-kasus Korupsi anggaran APBD dan APBN, akhirnya Yayasan Lembak juga berada pada Garda Depan melakukan perlawan terhadap kasus-kasus Korupsi, sebuah Gerakan yang pernah digagas oleh pendiri sekaligus ketua Yayasan Lembak, yaitu dengan Gagasan Gerakan 1.000.000 Facebookers dukung Bitchan, yang menjadi trent topik dimedia massa dan dunia maya. Ayo dukung terus berlanjut aktivitas perjalanan Yayasan Lembak Bengkulu. Semoga informasi ini bermanfaat untuk kita semua, Terimakasih.

Rabu, 07 Mei 2008

Upacara Adat Perkawinan Suku Lembak

Sebagai mana halnya suku bangsa lain, maka tujuan perkawinan bagi Suku Lembak dapat dibagi menjadi dua kelompok:

Tujuan Biologis

Untuk melanjutkan keturunan dimana keturunan tersebut akan melanjutkan cita-cita orang tuanya, disamping itu berfungsi sebagai wadah untuk mengatasi jangan sampai terjadinya perbuatan yang tercela dalam masyarakat, sehingga hubungan di luar nikah yang merupakan pekerjaan yang dicela oleh agama dan masyarakat adat dapat dihindari

Tujuan Sosial

Sebagai mahluk sosial manusia perlu mendapatkan pengakuan oleh masyarakat. Adat istiadat suku Lembak termasuk adat majlis dimana setiap pasangan yang sudah menikah baru dapat diakui status sosial dan ekonominya ditengah masyarakat. Perkawinan merupakan pemindahan status seseorang dalam masyarakat sehingga secara adat orang yang telah menikah sudah diikut sertakan dalam kegiatan sosial dan akan mendapatkan tempat yang terhormat daripada masih hidup sendiri.

Dampak dari pengakuan status sosial tersebut dalam masyarakat Lembak membuat bila seseorang anak terutama anak gadis pada umur melewati 18 tahun pada masa dahulu orang tuannya akan merasa malu, dimana seolah-olah anak gadisnya tidak laku (dalam istilah Bahasa Lembaknya Gayat/Gadis Tue). Sedangkan bagi anak laki-laki jika sudah lewat umur 25 tahun menikah dianggap tidak berani memikul tanggung jawab dan oleh masyarakat Lembak sering disebut bujang tue.

BENTUK-BENTUK PENRKAWINAN

Kawin Biasa

Bentuk perkawianan ini adalah perkawinan antara pria dengan wanita melalui proses yang normal, baik lengkap memenuhi persyaratan adat yang ditentukan ataupun berdasarkan kemampuan. Bentuk perkawinan yang mengikuti adat melalui proses yang normal semacam ini dilakukan terutama bagi seseoran pria yang masih perjaka dengan wanita yang masih perawan, atau setidak-tidaknya khusus bagi wanita yang masih perawan, walaupun pria tidak perjaka lagi. Dan untuk wanita atau pria yang tidak perawan atau perjaka lagi, perkawinan cukup memenuhi syarat-syarat agama Islam dan jarang diselingi dengan upacara adat.

Kawin Lari

Kawin lari sebenarnya tidak ada norma-norma yang bentuk perkawinan ini. Proses perkawinan lari tidak terdapat dalam masyarakat Lembak, tetapi dalam pelaksnaannya diakui, ada wanita dan pria yag setuju untuk melaksanakan perkawinan, tidak disetujui oleh orang tua kedua belah pihak atau salah satu pihak, terpaksa lari dari tanggung jawab orang tua. Istilah lari disini tidak bisa diartikan adat, tetapi adalah usaha mencari tempat lain untuk melaksanakan perkawinan menurut norma Agama Islam ataupun menurut adat kebiasaan yang berlaku.

Bila salah satu keluarga/orang tua yang mengetahui peristiwa ini, biasanya mereka menormalisir perkawinan itu dengan jalan memenuhi adat atau setidak-tidaknya memenuhi norma-norma agama atau perundang-undangan yang berlaku. Hal ini jelas bahwa kawin lari bagi masyarakat Lembak tidak diadatkan dan tidak disukai oleh masyarakat.

Kawin Gantung (Nikah Ga-ngang).

Kawin gantung sebenarnya tidak ada dalam adat dan upacara perkawinan. Tetapi pelaksanaan dapat diakui terdapat istilah tersebut, akibat pengaruh dari adat yang berlaku didaerah-daerah lain untuk menamakan proses perkawinan yang disebut Nikah Ga-ngang. Nikah Ga-ngang adalah Bentuk perkawinan yang secara yuridis sudah dilaksanakan akad nikah secara Islam namun secara pisik belum bercampur atau dengan kata lain belum berumah tangga.

Peristiwa semacam ini dilakukan untuk meyakinkan hubungan antara keluarga ibu secara fisik perkawinan belum dilaksanakan karena sebagai alasan seperti kuliah masih membutuhkan waktu untuk menyelesaikan studinya atau tugas-tugas penting yang tidak dapat ditinggalkan, untuk melaksanakan adat perkawianan baik dalam memenuhi norma-norma tertentu ataupun menghimpun anggota-angota yang belum rampung selain itu pihak wanita belum cukup dewasa menurut kesehatan dan agama.

Pada masa sekarang ini hal tersebut jarang terjadi dengan demikian bahwa dalam nikah Ga-ngang Kedua Belah Pihak telah resmi menjadi pasangan baru, hanya saja kewajiban masing-masing pihak pria atau wanita sebagai penanggung jawab keluarga baru ini belum dilaksanakan sepenuhnya. Persoalan nikah ga-ngang ini mutlak direstui orang tua, dengan sendirinya konskwensi lebih diberatkan kepada orang tua, bila dibelakang hari tidak ada kecocokan, persoalannya diletakkan pada hukum talak Cerai seperti hukum orang berumah tangga. Dan dalam penelitian sebelumnya untuk menjaga kelangsungan ikatan keluarga masing-masing bisanya ditentukan oleh perundingan kekeluargaan yang saling menguntungkan baik sang anak maupun orang tua masing- masing .

Kawin Berwakil

Kawin Berwakil adalah hampir sama sifatnya dengan nikah Ga-ngang yakni memberikan ketentuan syarak yang berlaku dalam hukum islam. Peristiwa semacam ini merupakan keyakinan bahwa perpaduan kekerabatan keluarga antara kedua belah pihak telah terlaksananya penyelenggaraannya pernikahan, dilaksanakan dimana pihak pria belum mempunyai kesempatan untuk hadir melaksanakan perkawinan. Sedangkan pihak wanita telah siap dan tidak dapat ditunda lagi.

Dalam melaksanakan adat biasanya hanya berlaku sepihak saja yakni dipihak wanita sedangkan pihak pria hanya melaksanakan sesuai dengan syariat–syariat Islam dan mengirimkan wakil untuk hadir dalam menerima penyerahan dalam akad nikah. Wakil dari orang tua laki-laki ialah kakak/adik pria dari calon suami dengan bukti-bukti yag menyakinkan bila waktunya sudah memungkinkan maka pria yang perkawinannya diwakilinya itu dapat langsung kerumah istrinya untuk sekedar upacara selamatan.

Kawin Ganti Tikar (Kawin Tuko Tiko)

Perkawinan semacam ini lebih bersifat sosial yang dasarnya adalah sebagai usaha untuk tetap memelihara ikatan kekerabatan yang sudah berlaku sebelumnya. Peristiwa ini terjadi akibat dari seseorang pria yang ditinggalkan mati istrinya, lalu diadakan permufakatan antara keluarga yang disetujui oleh yang menduda dan keluarga istri untuk melaksanakan kawin ulang dengan saudara perempuan dari mendiang istri yang biasanya masih perawan. Karena peristiwa ini yang lebih bersifat sosial dan kekerabatan maka dalam pelaksanaan perkawinan adat biasanya tidak lengkap.
Hal ini wajar bila dipenuhi persyaratan secara syariat Agama Islam serta fungsi wanita sebagai perawan sebaliknya bisa juga terjadi bila pihak wanita yang kematian suaminya dan sudah berputra mempunyai harta peninggalan suaminya. Sebelum melaksanakan kawin dengan pria lain atau tetap ingin menjanda, maka keluarga pihak mandiang suaminya berusaha untuk menikahi istri itu dengan saudara mendiang suaminya dan lebih diutamakan yang masih perjaka.

Tatacara Upacara Perkawinan

Upacara perkawinan suku bangsa Lembak secara umum yang berada di Bengkulu dan khususnya yang bertempat tinggal di Kota Bengkulu pada dasarnya adalah sama, dengan tingkatan urut-urutan sebagai berikut: (1) Upacara sebelum perkawinan, kegitatan yang dilakukan mulai dari menindai (melihat kecocokan), betanye (bertanya), Ngatat Tande atau memadu rasan (berasan), dan Bertunangan (Makan Ketan), (2) Upacara Perkawinan (Kerje/Bapelan), merupakan urutan kegiatan mulai memilih macam bimbang, Arai Pekat (Kenduri Sekulak), Menikah, Malam Napa, Arai Becerita (Walimahan), dan sampai akhirnya menyalang (nyalang).

Upacara Sebelum Perkawinan

Pemilihan jodoh pada adat suku bangsa Lembak masa kira-kira sebelum tahun 1950-an masih didominasi oleh keinginan orang tua (bapak, ibu atau ahli laki-laki atau perempuan), dikenal dengan istilah rasan tue. Kemudian ada juga pemilihan jodoh tersebut diungkapkan oleh si anak karena tertarik kepada seseorang yang disampaikan kepada orang tuanya, bila orang tua berkenan maka keinginan akan dilanjutkan, bila orang tua tidak berkenan maka orang tua tidak akan melanjutkan.
Walaupun dominasi orang tua masih kuat namun biasanya pada Adat Suku Lembak masih banyak orang tua menanyakan terlebih dahulu kepada anaknya untuk mengungkapkan hasratnya untuk menjodohkan dengan si anu anak si anu. Namun sesunggunya menanyakan kepada anak tersebut sebenarnya penekanan lebih terarah pada pemberitahuan saja, hal itu dikarenakan dominsai orang tua lebih dominan. Dari kedua bentuk pemilihan jodoh tersebut baik dominasi orang tua maupun anak menyampaikan hasratnya kepada orang tua, proses yang dilakukan tetap dimulai dari menindai (mengamati dan mengevaluasi).

Kondisi dominasi orang tua tersebut dimungkinkan pada saat itu belum adanya media yang lebih leluasa bagi pasangan muda-mudi untuk bertemu dan bergaul, secara lebih dekat. Pertemuan hanya dapat dilakukan bila ada pesta perkawinan di balai dalam waktu yang singkat.

Dominasi orang tua terhadap penentuan jodoh pada saat ini akan nampak jelas bila seandainya pada umur lebih dari 24 tahun bagi wanita belum menemukankan jodohnya. Pada kasus seperti ini keaktifan orang tua sangat jelas.

Menindai

Menindai adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak keluarga laki-laki dalam mengamati dan mengevaluasi bagaimana kecocokan bila anak laki-lakinya nanti menikah dengan keluarga (anak wanita) yang ditindai. Proses penindaian ini biasanya dilakukan oleh orang tua laki-laki atau ahli laki-laki (seperti paman, datuk, bibi atau nenek). Dalam melakukan penindaian aspek yang dilihat tersebut antara lain:
Kondisi keluarga perempuan dalam pengertian integritas keluarga dan kepribadian (Aspek Keturunan). Kelakuan, ketaatan terhadap agama, dan termasuk rupawannya gadis yang ditindai, Kerajinan dan kemampuan si perempuan dalam memasak dan sebagainya. Kesimpulan dari penilaian tersebut dikenal dengan istilah Semengga (memenuhi semua kriteria yang yang dilakukan penilaian tadi).

Untuk kerajinan dan kemampuan si gadis dalam memasak di atas biasanya pada masa lalu paling mudah untuk diamati dengan cara: kerajinan akan dinilai seperti halnya rumah gadis tersebut selalu bersih, rapi, dan di bawah rumahnya tersusun salang putung (kayu bakar yang disusun di bawah rumah, biasanya rumah pada masyarakat Lembak adalah rumah panggung) yang banyak mengelilingi rumah. Untuk menilai kemampuan memasak biasanya oleh pihak laki-laki akan mengirim Kakonan (Kurir, seperti bibik atau nenek) untuk bertandang kerumah si gadis.

Bila menurut penilaian pihak keluarga laki-laki ada kecocokan setelah berbicara keluarga atas hasil pengamatan Kakonan dan penilaian bersama maka proses akan dilanjutkan dengan betanye (bertanya) kepada keluarga perempuan.

Bila perjodohan pada mulanya disampaikan oleh anak hasrat untuk meminta orang tuanya untuk menindai, maka proses penindaian berlaku seperti proses diatas.
Untuk saat ini sudah terjadi perubahan, dimana untuk penentuan jodoh terserah kepada kemauan dan penilaian anak, namun demikian saat ini bila memiliki hasrat dengan orang sekampung atau se dusun maka kegiatan menindai masih terlihat dipakai, walaupun alat penilaian seperti rasa masakan dan keberadaan salang putung (kayu bakar) di bawah rumah sudah tidak ada lagi.

Betanye (Bertanya)

Betanye artinya merupakan langkah awal bagi pihak laki-laki untuk menyampaikan hasratnya dan bertanya apakah pihak perempuan (gadis) belum ditandai atau berjanji atau bertunangan dengan pria lain. Bila seandainya belum maka disampaikanlah maksud/hajad, untuk mengikat pertunangan dengan anak gadis keluarga yang di-tanye (ditanya). Untuk itu pihak laki-laki biasanya meninta waktu kapan kami bisa datang (maksud kedatangan tersebut adalah untuk meletakkan tanda/ciri (Ngatat Tande). Pada saat itu maka biasanya kita akan menerima jawaban kalau bisa kita diminta datang pada hari yang ditentukannya karena mau bersepakat terlebih dahulu, untuk itu maka harus menunggu dan datang pada hari yang ditentukan tersebut.

Utusan pada saat betanye tersebut yang biasanya sekitar 3 atau 4 orang dari keluarga dekat atau ibu dan bapaknya. Alat yang dibawa adalah sekapur sirih lengkap dengan kapur, pinang, dan sebagainya yang dibungkus dengan sapu tangan terawang putih.
Setelah sampai pada waktu yang telah ditetapkan, maka pada kedatangan kedua, utusan biasanya masih keluarga dekat, yang maksudnya adalah untuk Ngatat tande (Ikatan pertunangan). Ciri/tanda yang diberi tersebut biasanya dalam dua bentuk, yaitu: berbentuk uang atau berbentuk barang berharga berupa emas (cincin).
Jika tanda diterima disaat itu juga disepakati kapan akan dilakukan pertunangan (menarik rasan/bertunang), apasaja yang diminta sebagai persyaratan. Permintaan yang biasa diminta dapat berupa: Uang sejumlah tertentu (nilainya sangat tergantung pada kesepakatan dan kondisi perekonomian dan kesanggupan pihak laki-laki sepacara patut), Kerbau atau kambing sekian ekor dengan pembawaanya (saat ini biasanya sudah jarang dilakukan, biasanya sudah diganti dengan senilai uang atau daging berapa kilogram)

Keris sebila (yang disebut Tukat Naik), fungsi keris tersebut sebagai senjata dan pertanda kejantanan dan tanggung jawab, dan kadang kala diminta juga sewar (yang disebut pera mate) yang gunanya untuk diberikan kepada dukun si gadis.
Selain dari pada itu maka biasanya kedatangan untuk bertunangan diminta kepada pihak laki-laki untuk membawa perlengkapan pertunangan seperti: lemang, cucur pandan, gelamai, dan bajek (Wajik). Ada kalanya saat ini tambahan tersebut tidak diminta kerena pihak perempuan pada acara pertunangan akan masak ketan saja (Ketan berkuah).

Pelaksanaan betanye (bertanya) untuk saat ini sudah longgar dan proses ini cendrung sudah hilang, hal itu dikarenakan proses bertanye sudah dapat dilakukan oleh kedua pasangan itu, karena mereka memiliki media untuk bertemu (bergaul atau dalam bahasa Lembak disebut Remang Mate dan saling menyampaikan isi hati.
Bila pihak laki-laki sudah setuju maka pembicaraan akan dilajutkan pada penentuan kira-kira kapan jadwal pihak laki-laki dapat datang lagi untuk mengantar yang diminta tersebut (bertunangan). Permintaan syarat dalam bertunangan dengan meminta sebilah keris sudah jarang dilakukan (sebagai ketentuan adat saja) dan permintaan akan ternak seperti kerbau, kambing, sapi dan lain-lain dijadikan dalam bentuk daging (batai) sekian kilogram atau sudah diganti dalam bentuk uang. Untuk sebilah sewar saat ini tidak ditemukan lagi.

Permintaan tambahan seperti lemang, bajek, gelamai dan lain-lainnya di saat akan bertungan sudah hampir hilang, termasuk pada daerah Lembak Pedalaman. Bila telah terjadi kesepakatan kedua belah pihak baik melalui proses pertama atau melalui anak maka akan dilanjukan pada proses bertunangan.

PERTUNANGAN

Seperti penjelasan di atas, bahwa dalam masyarakat Lembak jaman dulu dalam memilih pasangan hanya melalui kesepakatan orang tua atau yang dikenal dengan istilah rasan tue, dimana setelah ada kesepakatan antara kedua belah pihak maka keduanya diikat dalam tali pertunangan yang ditandai dengan adanya pemberian (tande) dari pihak laki-laki.

Namun sejalan dengan perkembangan zaman dan banyaknya media pergaulan antara bujang gadis maka pilihan ini tidak lagi tergantung kepada orang tua, di mana bila keduanya sudah merasa ada kecocokan untuk melangkah ke jenjang perkawinan lalu orang tua si bujang segera melamar kepada orang tua sang gadis. Dalam acara lamaran ini biasanya langsung membicarakan mengenai rencana pelaksanaan perkawinan dan tidak memakan waktu yang terlalu lama, disamping itu juga menentukan berapa besarnya uang hantaran yang diminta oleh pihak keluarga perempuan tersebut.

Malam Bertunangan/menarik rasan.

Setelah hari dan waktu bertunangan yang disepakati tiba, maka pihak laki-laki akan datang untuk bertunangan dengan membawa apa yang telah disepakati (terutama berupa uang, sedangkan barupa barang seperti kerbau dan pembawaanya) akan diserahkan kapan diminta oleh pihak gadis.

Selain dari mengantarkan persyaratan yang harus dipenuhi, maka pada saat itu dibicarakan pula kapan jadwal dilakukan pernikahan, untuk penetapan jadwal tersebut pada saat itu sebagai patokan adalah kapan masa panen.

Bila pertunangan masih dalam satu dusun (kampung) maka ketua adat (depati/pemangku), imam, khatib dan bilal boleh menunggu dirumah perempuan atau boleh bersama rombongan keluarga laki-laki. Jika antara kedua calon berbeda dusun maka pihak laki-laki membawa ketua adat, imam dan khatib dan sebagainya.

Pada pertunangan zaman dahulu personal yang terkait cukup banyak karena untuk membawa atau mengantar persyaratan yang diinginkan seperti sekian ratus batang lemang, sirih dan bunga, kue (joda) seperti bajek dan sebagainya membutuhkan orang yang banyak. Selain kaum bapak yang diikutkan dalam bertunangan termasuk juga kaum ibu.

Di malam bertunangan orang tua laki-laki tidak ikut, karena mereka sudah melepaskan (menyerahkan) kepada Rajopenghulu untuk melakukan pertunangan. Pertunangan pada saat ini sudah agak longgar, karena terdapat dua model dalam bertunangan: pertama seperti adat lama dimana pertunangan dilakukan jauh hari sebelum menikah, dan kedua pertunangan dilakukan beberapa hari sebelum diadakan pernikahan yang disebut Makan Ketan (pertunangan kerje jadi).

Pertunangan kerje jadi ini sering dilakukan karena adanya dadakan dengan singkatnya waktu atau dapat juga terjadi karena adanya kecelakaan atau dapat salah (hamil sebelum nikah). Jika alasan singkatnya waktu dan biaya maka sebelum bertunangan kerje jadi hanya dilakukan meletak tanda (ciri).

Waktu bertunangan pada masa yang lalu biasanya dilakukan jauh hari sebelum pelaksanaan perkawinan (bisa dalam enam bulan atau lebih). Pelaksanaan pertunangan dilakukan diawal musim tanam.

Dalam masa pertunangan apakah enam bulan atau satu tahun biasanya pihak laki-laki, bila calon mertuanya mulai turun ke sawah, laki-laki akan membantu keluarga perempuan untuk membuka sawah mulai dari menebas, menanam (menugal) dan bila sudah panen membantu mengangkat hasil panen (padi) dari sawah ke dusun (rumah). Begitu pula halnya dengan pihak perempuan akan membantu keluarga laki-laki untuk memanen (ngetam) di sawah atau ladang.

Pada malam bertunangan keris biasanya belum diserahkan dan akan diserahkan setelah selesai upacara perkawinan.

Bila masa pertunangan melewati bulan puasa pada masa lalu tiga hari menjelang puasa pihak laki-laki mengantarkan bahan masakan seperti daging, ikan kepada calon istri (tunangannya), sedangkan pihak perempuan akan mengantarkan masakan dari bahan yang sudah diberikan dengan dulang disertai air limau (Air jeruk nipis yang direbus dan dicampur dengan bunga rampai) beserta bedak beras 4 warna sebagai bahan untuk belanger (mandi bersih/keramas). Pemberian terebut dikenal dengan ngida.
Tiga hari menjelang lebaran juga pihak laki-laki mengantar bahan makanan dan kue juga yang nantinya sehari sebelum lebaran akan dibalas beserta air limau. Oleh pihak laki-laki air limau yang dimasukkan dalam geleta tersebut akan dibagikan sedikit demi sedikit pada keluarga dekatnya. Tata cara tersebut saat ini jarang terlihat, kalaupun ada hanya pihak perempuan saja yang mengantarkan makanan kepada pihak laki-laki dengan mengunakan rantang.

Setelah pertunangan berjalan maka untuk menghadapi acara pernikahan biasanya diadakan kembali konsultasi antara pihak gadis dan bujang tentang kepastian waktu dan segala sesuatu yang harus disiapkan. Bila sudah ditemukan kata sepakat maka dihubungi kembali Rajopenghulu untuk memberi tahu rencana pelaksanaannya, bila kesepakatan waktu tidak berubah/sepakat maka pada masa dahulu untuk menghadap Rajapenghulu guna memberitahu dan meminta izin kita biasanya membawa seekor ayam dan secupak beras. Pada saat ini tatacara tersebut sudah tidak seketat dahulu (bahkan jarang dilakukan).

Makan Ketan

Setelah diadakan konsultasi dan sepakat tentang hari kerje/bepelan maka oleh ahli rumah terlebih dahulu biasanya diadakan kesepakatan rapat interen (ngupul adik sanak) untuk mulai mempersiapkan dan meramu segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan mengangkat pekerjaan seperti: berberas (menumbuk padi untuk kebutuhan kerje/bepelan, mengumpulan alat-alat untuk pangujung (balai), serta persiapan seperti pembuatan rumah tanak (tempat berteduh tukang masak air dan nasi).

Selanjutnya pada malam yang telah ditentukan diadakanlah rapat (berasan) dengan penghulu syara’, adik sanak, kaum kerabat yang biasanya dipimpin oleh penghulu adat/ketua adat, malam berasan ini dikenal dengan istilah Malam Makan Ketan. Berasan tersebut secara resmi yang punya kerja (puce) menyerahkan kepada majelis untuk pelaksanaan kerje/bepelan.

Dalam masyarakat adat Lembak, makan ketan terlebih dahulu diadakan di rumah pengantin laki-laki. Di rumah pengantin laki-laki ketua adat memimpin mufakat Rajopenghulu untuk menetapkan kepanitian pelaksanaan acara peresmian pernikahan yang diadakan beberapa hari setelah ini. Kemudian dengan dipimpin oleh ketua adat mereka (Rajopenghulu dan ibu-ibu kerabatan pengantin laki-laki) berangkat menuju rumah pengantin perempuan untuk meresmikan pertunangan secara adat.

Sesampai dirumah pengantin perempuan rombongan yang membawa tempat sirih ini, disambut oleh Rajopenghulu ditempat calon pengantin perempuan. Rombongan Bapak-bapak langsung dipersilahkan masuk keruang mufakat Rajopenghulu ditempat calon pengantin perempuan.

Setelah beberapa saat, acara dimulai dengan dibuka oleh Ketua adat di tempat calon pengantin perempuan berada.

Ketua adat membuka mufakat rajopenghulu ini dengan kata pembuka:

Selamat datang kepade rombongan calon penganten lanang, kami mengaturkan permohonan maaf karene telambatnye acara ikak dimulai dan mbuat rombongan nunggu (Selamat datang kepada rombongan calon pengantin laki-laki, kami menghaturkan permohonan maaf karena terlambatnya acara ini dimulai dan membuat rombongan menunggu)

Col lekap dengan sambutan ikak, col lekap dengan bebanyak kate, make teremelah pepatah wang tue kami dulu: (Tidak lengkap dengan sambutan ini, tidak lengkap dengan berbanyak kata, maka terimalah pepatah orang tua kami dahulu)

Kok la babunyi gendang dengan serunai, adat lame pusako usang
Adik, sanak, jiran tetangge yang diundang lah sapai, rombongan jak jauhpun la datang.
(Kok lah berbunyi gendang kek serunai, adat lamo pusako usang
Adik, sanak, jiran tetanggo yang diundang sudah lah sampai, rombongan dari jauhpun sudahlah datang)

Rokok sebatang la kami njuk, ilim sekapur la kami sajikan, di pucuk tapan ilim kite letakkan itulah tande adat bimbang.
Rokok sebatang lah tuan isap, ilim sekapur lah ibuk makan, kalu litak lah lepas pule izinkanlah kami betanye dalam persoalan ikak?
(Rokok sebatang kami berikan, sirih sekapur kami sajikan, di atas tempat sirih kita letakkan itulah pertanda adat bimbang.
Rokok sebatang sudah tuan isap, sirih sekapur sudah ibu makan, kok lelah sudah lepas pula izinkanlah kami bertanya dalam persoalan ini ?)

Kok la garu memang lah garu, lah garu cendana pule
Kok la tau kamilah tau, la tau ndak betanye pule
Jak mane ndak kemane, Jak Jepang ke bandar Cene
Kalu la bolih kami betanye, rombongan nang datang ikak ape maksudnye
(Kok Sudah gaharu memang gaharu, sudah gaharu cendana pula
Kok Sudah Tahu kamilah tahu, sudah lah tahu bertanya pula
Darimana hendak kemana, dari Jepang ke bandar Cina
Kalu sudah boleh kami bertanya, rombongan yang datang ini apa maksudnya)


Kepade Babak-bapak wakil nang datang kalu ade pembicaraan nang baik, nang ndak disampaika dengan kami, kami mohon disampaika dengan kami dan majelis.
(Kepada Babak-bapak wakil yang datang jika ada pembicaraan yang baik yang akan disampaikan kepada kami, kami mohon disampaikan kepada kami dan majelis)

Kemudian Wakil rombongan dari calon pengantin laki-laki, menyampaikan sambutannya:

Kok la babunyi gendang dengan serunai, adat lame pusako usang
Adik, sanak, jiran tetangge yang diundang lah sapai, kami jak jauhpun la datang.
Kok lah berbunyi gendang kek serunai, adat lamo pusako usang
Adik, sanak, jiran tetanggo yang diundang sudah lah sampai, kamipun dari jauh sudahlah datang.

Rokok sebatang lah tuan njuk, ilim sekapur la ibuk njuk, dipucuk tapan ilim kite letakkan, itu la tande adat bimbang
Rokok sebatang lah kami isap, ilim sekapur la kami makan, litak kami la lepas pule. Izin ka kami betanye dalam persoalan ikak?
Rokok sebatang lah tuan berikan, sirih sekapur lah ibu kasihkan, di atas cerano kito letakkan itulah petando adat bimbang.
Rokok sebatang lah kami isok, sirih sekapur lah kami makan, kok litak kami lah lepas pule
Izinkanlah kami bertanyo dalam persoalan ikak?

Jak mane ndak kemane, Jak Panorama ke Toko Pucak,
Kalu kami dapat betanye dalam persoalan ikak, kedatangan kami kak apekah dapat diterime ataukah col?
Alhamdulillah sejak dari laman tadi kami la dapat diterime, kami datang di dului oleh tapan ilim nang lengkap dengan isinye, romanye tadi kami disusung oleh tapan ilim nang lengkap dengan isinye.
Buktinye kami la diterime dengan baik, kami duduk di majelis nang mulia serek nang kite duduk ka kini
Darimane ndak kemane, dari Panorama ke Toko Puncak,
Kalu kami dapat bertanye dalam persoalan ikak, kedatangan kami kak apekah dapek diterime ataukah die?
Alhamdulillah sejak dari halaman tadi kami sudah dapat diterimo, kami datang di dahului oleh tempat sirih yang lengkap dengan isinya, nampaknyo tadi kami disongsong oleh tempat sirih yang lengkap dengan isinyo.
Buktinye kami sudah diterime dengan baik, kami duduk di majelis yang mulia seperti yang kite duduki ikak

Kacang bukan sembarang kacang, kacang melilit kayu jati, kami datang bukan sembarang datang, memang beno nian kami datang ngulang rasan nepati janji
Pade beberape bulan nang lapau malam nang badu keluarga A dengan si B la bejanji antare keluarga ikak tepatnye malam ikak akan ngadekan pertunangan antare A dan B dengan uang antaran menurut informasi sejumlah Rp……………., tambahan belanje dapo Rp……………di iringi dengan keris se-bilah
Kacang bukan sembarang kacang, kacang melilit sekayu jati, kami datang bukan sembarang datang, memang benar nian kami datang ngulang rasan menepati janji
Pada balan bulan yang lampau malam yang sudah keluarga A dengan si B telah berjanji antar keluarga ini tepatnya malam ini akan mengadakan pertunangan antara A dan B dengan uang antaran menurut informasi sejumlah Rp……………., tambahan belanja dapur Rp……………di iringi dengan keris se-bilah

Ketua adat yang menunggu:
Alhamdulillah memang ade nian janji beberapa bulan yang lalu malam ……. Tahun yang badu


Pada malam itu juga disusunlah rencana mulai dari persiapan dan urutan acara, pembuatan pangujung (balai), serta penetapan organisasi upacara beserta personil yang akan bertugas.

Dinamakan malam makan ketan karena jamuannya berupa nasi ketan berkuah atau ketan berinti. Acara ini berlangsung di rumah kedua belah pihak dimana masing-masing pihak menentukan/mengumumkan panitia kecil yang akan berperan dalam pelaksanaan pesta nantinya.

Pada malam makan ketan ini utusan keluarga lali-laki datang kepada pihak perempuan untuk meyampaikan uang hantaran, hantaran ini juga dilengkapi dengan perangkat sirih dan bunga yang dikenal dehgan sirih bujang untuk yang dibawa oleh pihak laki-laki dan sirih gadis yang menunggu di rumah pihak perempuan. Rangkaian sirih ini ditata sedemikian rupa dimana untuk sirih bujang 7 (tujuh) tingkat dan sirih gadis 5 (lima) tingkat. Kedua bunga iini kemudian disandingkan untuk kemudian ditukar.

Pada masa sekarang ini acara makan ketan ini masih tetap dilaksanakan tetapi pada rangkaian sirihnya mengalami perubahan, dimana rangkalan sirih ini hanya dibuat ala kadarnya (tidak bertingkat-tingkat).

Pembentukan Panitia Kerja

Setelah secara resmi acara pertunangan diumumkan, maka selanjutnya ketua adat membuka acara berasan adik sanak untuk membentuk kepanitian acara pernikahan pengantin yang dimaksud.

Pembentukan organisasi upacara tersebut sekaligus menunjuk para petugas yang akan mengambil tanggung jawab pelaksanaan antara lain: tue kerje (Ketua Kerja), penyambut tamu, tukang sambal (tukang sambal), tukang joda (tukang jauda), Tukang Ayo (Ahli menyiap air), Tukang nasi (Ahli memasak nasi), ketua jenang yang biasanya ditunjuk jenang atas pengujung (jenang pucuk) dan jenang belakang (jenang bawah), begitu pula biasanya ditunjuk Cikidar (jenang perempuan) besarta anggota-anggotanya, serta pada saat itu biasanya telah ditunjuk juga induk inang (perias pengantin) dan inang (pengapit pengantin).

Bentuk organisasi yang konvensional tersebut sangat sederhana namun dapat membagi habis tugas. Untuk adat perkawinan pada saat ini penunjukan pada malam berasan tersebut hanya seremonial saja karena sebenarnya pihak keluarga yang akan melaksanakan pernikahan anaknya sudah menghubungi panitia tersebut jauh-jauh hari.

Ketua kerja sebagai koordinator akan menangani semua pekerjaan dan lalu lintas mulai dari menegak pangujung, sampai acara perkawinan berakhir. Pada saat sekarang malam berasan masih tetap dilaksanakan oleh Masyarakat Adat Lembak.

Dalam acara makan ketan ini pula diumumkan dimana akan dilangsungkan akad nikah dalam arti pihak mana yang akan melaksanakan pesta terlebih dahulu. Biasanya akad nikah ini dilangsungkan di rumah pihak perempuan namun demikian tidak tertutup kemungkinan untuk dilangsungkan di rumah laki-laki, hal ini tergantung dengan perjanjian antara kedua belah pihak.

Pada masa dulunya dalam berasan atau malam makan ketan ditentukan juga bila kerje/bepelan akan dilakukan di balai maka orang kampung secara bersama sama membuat balai, dan dibalai juga dibuatkan tempat pengantin beristirahat seperti tempat duduk, tempat pakaian dan istirahat, yang dibatasi antara tempat pengantin yang satu dengan yang lain. Pelaksanaan rangkaian pernikahan pada masa lalu dilakukan juga dibalai yang biasanya diikuti beberapa pasang pengantin yang disaksikan oleh ketua-ketua marga, para depati dan bujang gadis dari setiap marga. Pelaksanaan tatacara upacara pernikahan dibalai untuk beberapa pasang pengantin pada suku bangsa Lembak di Kota Bengkulu sudah lama hilang, terkhir didaerah proatin XII di Tanjung Agung tahun 1940 han.

Dimalam berasan itu biasanya makanan yang disajikan adalah boleh juga ketan berkuah (nasi ketan dengan kuah dimasak dari santan dan gula merah/aren) atau ketan berinti (intinya gula merah campur kelapa). Ketan berkuah terutama pada daerah Tanjung Agung, Semarang, Surabaya, Jembatan Kecil, Panorama, dan Dusun Besar.
Setelah diadakannya berasan maka beberapa hari berikutnya dimulai mendirikan (menegak) pangujung yang dilakukan oleh masyarakat, dan mulai dibagi undangan (ilim terbang) serta memanggil masyarakat dilingkungan desa yang hanya memakai panggilan lisan oleh orang yang telah dipercaya oleh ahli rumah.

Pembuatan pangujung pada masalalu memiliki ciri tersendiri, dimana bila ahli rumah memotong sapi atau kerbau pangujungnya berbubung, jika hanya memotong kambing atau ayam dan sebagainya maka pangujung tidak berbubungan.

PESTA PERNIKAHAN

Pelaksanaan perkawinan dalam Bahasa Lembak sering disebur Kerje atau Bepelan yang merupakan inti atau puncak dalam upacara perkawinan. Kegiatan itu merupakan rangkaian dari suatu perayaan sebagai pernyataan suka dan rasa syukur segenap keluarga baik dalam hubungan keluarga dekat mapun keluarga jauh.

Pesta Pernikahan dilaksanakan kedua belah pihak dan berlangaung selama 2 hari 2 malam untuk satu pihak, hari pertama disebut dengan Hari Mufakat (Arai pekat) sedangkan harl kedua disebut Hari Bercerita (Andun). Pelaksanaan akad nikah biasanya dilangsungkan pada hari mufakat (Arai pekat), dahulu dilaksanakan pada hari kedua.

Hari Mufakat (Arai Pekat)

Pada hari mufakat ini mempelai wanita sudah harus dirias untuk memekai pakaian pengantin (pakaian adat), Untuk merias pengantin pertama kali ini tidak dilakukan di rumahnya melainkan harus dilakukan di rumah salah seorang kerabatnya yang di sebut dengan 'Bakondai'. Dalam acara bakondai ini harus menyiapkan persyaratan berupa kain penutup (kelimbung), beras, kelapa, gula kelapa serta pisang mas, perlengkapan ini nantinya akan diserahkan kepada 'induk inang (perias pengantin). Setelah pengantin selesai dirias baru dibawa kerumahnya dan disambut oleh ibunya serta diasap dengan kemenyan.

Akad Nikah

Dalam acara akad nikah ini mempelai pria belum memakai pakaian pengantin namun hanya memakai jas, berkain dan pojok '(songkok khusus untuk acara adat). Seperti halnya mempelai wanita, mempelai priapun untuk berangkat nikah ini tidak dirias dirumahnya melainkan juga di rumah familinya.


Gambar 1. Rombongan Pengantin Laki-laki yang siap untuk menikah (Usman Yassin, 2006)

Pada saat mengantar pengantin nikah secara adat oleh pihak laki-laki selalu dibawakan (dipersembahkan) tapan ilim (tempat sirih lengkap). Rombongan pengantin yang berangkat kerumah calon istrinya dipimpin oleh pemangku adat (ketua adat). Ketua adat inilah yang dipercaya untuk mengantarkan sampai menyerahkan kepada pemangku adat (ketua adat) pengantin wanita.


Gambar 2. Tapan Ilim (Tempat sirih) (By Usman Yassin)

Menurut adat perkawinan suku Lembak saat dilakukan ijab dan kabul oleh pengantin laki-laki, pengantin perempuan tetap berada didalam kamar, sehingga dengan demikian petugas, kalau dulu iman dan khatib yang saat ini adalah P3NTR harus masuk ke kamar untuk menemui pengantin wanita menanyakan tentang kesediaan dan permintaan tentang mahar (mas kawin) pengantin wanita didampingi oleh ibu atau jika ibunya sudah tidak ada didampingi sepupu-sepupu ibunya.

Pelaksanaan akad nikah ini biasanya dialasi dengan sajadah dan pada waktu ijab kabul tersebut mempelai wanita tetap berada di kamar pengantin. Dalam hal akad nikah diadakan di rumah pria, maka sajadah yang menjadi alas tersebut diserahkan kepada orang tua/wali wanita yang menikahkan tersebut.


Gambar 3. Pelaksanaan Akad Nikah (Ijab Kabul) (By Usman Yassin)

Setelah pelaksanaan akad nikah tersebut mempelai pria belum dipertemukan dengan mempelai wanita, melainkan harus pulang dulu untuk datang kembali pada malam harinya.

Pada hari mufakat ini pula, selain diadakan do'a setelah nikah, juga diadakan do'a/kenduri yang disebut dengan kenduri sekulak (Syukuran kecil atas telah dilangsungkannya akad nikah, sekulak = kenduri kecil atau sebanyak empat cupak beras).

Malam Napa

Salah satu bagian dari acara perayaan perkawinan adalah Malam Napa. Pada malam ini sering juga disebut pengantin bercampur atau mulai bersanding setelah melakukan ijab kabul (Jika belum melakukan ijab kabul, dalam adat Lembak pengantin tidak boleh disandingkan).

Dalam Malam Napa biasanya kalau akan diadakan adang-adang gala maka pihak keluarga pengantin perempuan harus melakukan acara penjemputan pengantin lanang yang dipimpin oleh ketua adat yang diikuti oleh beberapa orang kerabat pengantin perempuan. Pada acara penjemputan ini pihak pengantin perempuan membawa perelengkapan pakain adat untuk pengantin lanang, pihak keluarga pengantin lanang juga sudah menyiapkan panganan/ kue-keu yang sudah dimasak beberapa hari dan disuguhi minuman teh/kopi yang sering dikenal dengan istilah Neron. Pada saat itu biasanya juga disampaikan oleh penghulu adat kepada pihak penganting lanang untuk menyiapkan sejumlah uang untuk acara adang-adang gala tersebut. Uang yang diberikan pada saat adang-adang gala sering disebut dengan istilah kunci masuk.

Pada Malam Napa ini pengantin baru dapat bersanding dimana mempelai pria sudah memakai pakaian pengantin adat, untuk merias pengantin ini seperti pada saat akan berangkat nikah juga dilaksanakan dirumah kerabatnya, untuk kemudian diantar ke rumah wanita.

Pengantin Bercampur

Pengantin bercampur adalah rangkaian kegiatan upacara dimana pengantin perempuan bersanding dengan pengantin laki-laki dipelaminan. Tatacara upacara pengantin bercampur dimulai dari menjemput pengantin dan pelaksanaan dengan dibawah bimbingan induk inang.

Setelah habis nikah dan pengantin laki-laki sudah pulang kerumahnya maka pada siang hari dijemput oleh kurir untuk bercampur. Alat-alat yang dibutuhkan dalam menjemput pengantin laki-laki adalah rokok tujuh batang yang dimasukkan dalam tempat kotak rokok yang sudah disediakan (selepa rokok) dengan limau bunga (limau diiris seperti bunga yang mekar) dimasuk dalam kobongan kaca yang telah diberi air sedikit dan ditaburi bunga rampai.

Bercampur

Tatacara dalam bercampur ini sudah merupakan adat istiadat yang sudah turun temurun, dan memiliki nilai tersendiri. Alat yang digunakan dalam bercampur adalah :
1. Nasi kunyit sejambar.
2. Air minum 2 (dua) gelas.
3. Piring kecil kosong 1 (satu) buah.
4. Kipas
5. Gendang panjang dan serunai
6. Persepan api untuk membakar menyan
7. tepung setawar

Urutan kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Pengantin dan rombongan yang datang di hadang (menemui rintangan pertama) di pintu gerbang (disebut adang-adang gala) dengan gala/bambu oleh Tue kerje, dan akan dibuka bila sudah membayar (ditebus) dengan sejumlah uang yang tidak ditentukan.
Setelah sampai di depan rumah wanita, pengantin pria tersebut dihadang dengan gala yang disebut dengan adang-adang gala, orang yang menghadang ini biasanya Tue Kerje (ketua Panitia) dari pihak keluarga perempuan.

Tue Kerje bertanya (TK):Ndak kemane kamu banyak-banyak kak (Mau kemana kamu sekalian)
Dijawab ketua rombongan (KR) dari pengantin lanang:
Kami ndak andun (Kami mau ke undangan)
TK:Sape yang ngajak (siapa yang mengundang)
KR:Tadi kami diajak (Tadi kami diundang/dijemput)
TK:Tadi kami ngajak, kalu serepak kami tadi jadi, tadi kamu belum ndak (Tadi kami undang, jika bersama kami boleh, Tadi kamu belum mau)……dan seterusnya

Selanjutnya seperti terjadinya pertengkaran dan peperangan antar kedua rombongan dan disini biasanya dapat diperagakan acara pencak silat kampung, bisa juga menggunakan senjata dan alat yang lain. Pada acara adang gala ini juga diisi dengan kemampuan berpantun dari kedua belah pihak, yang pada akhirnya biasanya pihak rombongan harus membuka kunci penghadang dengan memberikan sejumlah uang dalam amplop kepada Tua Kerja dan Tukang Gulai.

Dalam acara ini terjadi tawar menawar antara utusan pengantin pria dengan para penghadang guna membuka 'kunci' penghalang tersebut. Setelah lepas dari hadangan pertama ini pengantin pria disambut oleh ibu si perempuan kemudian disembur dengan beras kuning setelah itu diteruskan dengan setepung setawar dan di asap dengan kemenyan mulai dari atas sampai ke kaki. Kemudian pengantin pria tersebut salaman/sungkem dengan ibu mertuanya, hal ini biasanya dilakukan di teras rumah.
Setelah itu pengantin laki-laki akan masuk ke rumah di pintu dihadang kembali dengan selendang atau tali oleh Tukang Gulai, dan Cikidar, akan dibuka bila ditebus dengan uang pembuka atau kunci pembuka.

Sewaktu pengantin laki-laki sudah didudukkan, muka pengantin perempuan masih tetap ditutup oleh Induk Inang dengan kipas yang terkembang. Bila ditanya oleh induk inang laki-laki maka jawabnya dia malu. Jawaban tersebut hanya basa basi agar inang pengantin laki-laki membayar uang tebusan (pembuka), jika telah dibayar (ditebus) sesuai dengan keinginan Induk Inang maka akan dibuka, bila tidak/belum sesuai maka belum akan dibuka oleh induk inang. Keadaan tersebut terjadi bila Induk Inang menganggap tebusan belum sesuai. Jika kemampuan pihak laki-laki tidak ada maka dengan bisik-bisik dapat diganti dengan satu subang sirih.

Setelah melakukan serangkain rintangan maka pengantin berdua sudah duduk bersanding (bercampur), setelah itu upacara dilanjutkan dengan suap-suapan nasi kunyit dan juga memberi minum secara bergantian, dimulai dari yang laki-laki terlebih dahulu. Pada saat itu biasanya kegiatan ditonton oleh kebanyakan ibuk-ibuk dan anak-anak, yang membuat sorak-sorai yang semakin membuat pasangan pengantin jadi malu.

Kegiatan mulai dari datangnya rombongan diiringi gendang Serunai sampai selesai melakukan rangkaian acara di atas. Setelah selesai bercampur maka keduanya dibimbing untuk masuk kebilik beriringan sambil berpegangan tangan, dimana pengantin wanita yang membimbing masuk ke bilik. Didalam bilik tersebut sudah tersedia makanan buat mereka.

Setelah itu pasangan pengantin bersanding kembali di pelaminan. Selanjutnya pengantin pria dibawa keluar (halaman) untuk dilaksanakan acara napa yaitu pengantin pria duduk sambil diiringi dengan tabuhan gendang/rebana dengan ucapan puji-pujian (berzanji), pada akhir acara ini pengantin pria menyalami orang-orang yang mengiringi tersebut.

Pada malam napa ini pula ibu dari pengantin pria bersama dengan beberapa orang kerabatnya datang ke tempat pengantin wanita (besannya) yang lazim disebut dengan menda kule, begitu juga sebaliknya pada saat pesta di rumah pria pihak keluarga wanita datang ke sana.

Sementara acara tabuhan rebana masih tetap berlangsung dan kedua mempelai kembali bersanding, kemudian kedua mempelai tersebut dengan dituntun oleh induk inang melakukan sembah/sungkem kepada para menda kule tersebut.
Acara pada malam napa ini biasanya berlangsung sampai dengan sekitar jam 23.00, kemudian pengantin pria kembali pulang ke rumahnya untuk datang kembali pada keesokan harinya.

Hari Bercerita

Hari bercerita ini merupakan hari puncak pelaksanaan pesta pernikahan tersebut. Pada saat tetamu datang baik tetamu dari jauh maupun dari dekat, mereka datang membawa buah tangan pada ahli rumah sebagai tanda ikut bersuka cita atas rahmat yang diterimanya. Buah tangan tersebut semenjak masyarakat telah mengenal uang sebagai alat tukar, diberikan dalam bentuk uang, dikenal dengan istileh Jambar real (Jamber real).


Gambar 4. Panitia Jambar Uang (By Usman Yassin)

Undangan yang datang biasanya menyampaikan pemberiannya berupa uang dimana uang ini dicatat pada satu buku yang disebut dengan jambar uang. Pemberian berupa uang ini lazim disebut oleh masyarakat dengan ngatung, dikatakan demikian karena konon menurut cerita pada jaman dulu uang tersebut benar-benar digantung dan diletakkan ditengah pengujung (tarub)

Uang yang dibawah tetamu tersebut dikumpulkan oleh suatu kepanitiaan yang dibentuk/ ditunjuk secara aklamasi oleh ketua kerja. Tugas dari panitia adalah menerima, mencatat dan menggantungkan uang tersebut pada jambar (pohon daun hidup yang rimbun) sepeti daun beringin atau daun kopi. Untuk daerah seperti Jembatan Kecil, Panorama dan Dusun Besar, uang yang dikumpul dimasukkan dalam nampan dengan dibungkus saputangan putih terawang.


Gambar 5. Malam Napa (By Usman Yassin, 2006)

Pada hari bercerita ini inti acaranya berupa berzikir/membaca kitab berzanji yang diringi rebana, walimah dan jamuan dan pada akhir acara tersebut wakil para tamu menyerahkan jambar uang yang diperoleh kepada pihak tuan rumah dengan mengumumkan jumlah total penerimaan.


Gambar 6. Badikir (By Usman Yassin)

Selain itu bagi pengantin wanita pada saat pesta di rumahnya dilaksanakan khatam qur'an (temat kaji). Dalam pada itu kedua mempelai tetap bersanding selama acara berlangsung.


Gambar 7. Tamat Kaji pengantin perempuan di depan Imam (Usman Yassin, 2006)

Acara pada hari bercerita ini berlangsung mulai dari pagi hingga menjelang waktu dzuhur. Setelah selesai acara ini pengantin pria juga harus pulang ke rumahnya.

Pada malam berikutnya acara yang dilaksanakan tergantung dengan tuan rumah, biasanya pada malam lni diisi dengan acara muda-mudi dimana bentuk acaranya bervariasi tergantung kemampuan dan keinginan tuan rumah tersebut. Kalau pada jaman dulu acara pada malam ini dapat berupa pencak silat, tari bubu dan sebagainya, sedangkan pada masa sekarang ada yang diisi dengan acara musik atau pun acara ceramah agama untuk para pemuda dengan mengundang seorang penceramah atau ada juga yang tidak melaksanakan kegiatan apa-apa pada malam tersebut.

Kenduri Selamat (Makan Kerak)

Setelah kegiatan pesta di rumah pihak laki-laki telah dilaksanakan maka pengantin kembali ke rumah perempuan untuk bercampur karena mereka telah resmi meniadi suamii isteri. Bila jaman dulu sebelum campur ini keduanya diberi nasehat dulu oleh orang-orang tua namun sekarang hal ini tidak dilaksanakan lagi. Setelah mereka resmi campur maka pada pagi harinya (setelah Shubuh) mereka harus Pergi ke rumah orang tua pihak laki-¬laki, selain itu laki-laki juga harus memberi cincin emas kepada ibu si perempuan (ataupun sekalian ada yang memakaikanya) sebagai tanda bahwa dia telah menerima istrinya tersebut dengan baik.

Sebagai rangkaian terakhir dari kegiatan pesta penikahan ini adalah kenduri selamat yang lazim disebut oleh masyarakat dengan istilah makan kerak, yaitu selamatan yang dilaksanakan pada hari setelah malam pengantin bercampur tersebut. Dalam acara selamatan ini ada satu hidangan khusus yaitu gulai ayam dengan kundur, yang mana untuk keperluan kenduri tersebut bahan-bahannya berasal dari pihak laki-¬laki. Kalau pada jaman dulu bahan-bahan tersebut benar-¬benar diantar dalam bentuk benda, namun pada saat sekarang ini keperluan ini tidak lagi diberikan dalam bentuk benda melainnya hanya di ganti dengan uang. Acara makan kerak ini merupakan rangkaian terakhir dari pelaksanaan kegiatan upacara perkawinan yang ada dalam masyarakat Lembak.

Selain itu selama beberapa hari setelah perkawinan tersebut pasangan ini melakukan kunjungan kepada seluruh sanak keluarga dari kedua belah pihak ataupun orang-orang yang telah berkerja dalam kegiatan pesta yang telah dilaksanakan itu, kegiatan ini dinamakan dengan istilah nyalang - Tujuannya adalah selain untuk mengenalkan pasangannya kepada sanak keluarga juga mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan dalam pelaksanaan pesta yang baru saja berlangsung tersebut.
Kegiatan menyalang sanak keluarga ini dilakukan pada sore dan malam hari, sehingga kadang kala pada masa dahulu yang belum memiliki kendaraan dapat menyelaikan waktu sampai tiga bulan. Tatacara menyalang adalah sebagai berikut; pertama kedua mempelai menyampaikan pesan kepada keluarga yang akan dituju bahwa mereka akan datang pada hari tanggal dan jam, atau sebaliknya ada juga yang menyampaikan bahwa kami dapat menerima pengantin nyalang tanggal, hari dan jam sekian. Dengan demikian kedua belapihak sudah dapat bersiap.

Pada suku lembak yang berada disekitar danau dendam tak sudah, pada saat pengantin baru menyalang membawa cerano, sedangkan pada masyarakat lembak bagian dalam (darat) biasanya membawa panganan, sehingga dengan demikian panganan tersebut dibalas dalam berbagai bentuk antara lain; ada dibalas denga perabot rumah tangga seperti piring, gelas, ada yang dibalas dengan dasar baju, kain dan sebagainya. Pemberian tersebut berguna bagi persiapan pengantin baru dalam mengarungi hidup bekeluarga. Dengan adanya pemberitahuan biasanya ahli rumah telah menyiapkan barupa hidangan, dan kadang kala tidak jarang ada yang menyediakan makanan dengan memotong ayam dansebagainya.

Pada saat bertamu dalam menyalang keluarga (paman, bibi, kakek, nenek, induk inang dan sebagainya) mereka menyampaikan :
Berupa nasehat-nasehat dalam bekeluarga dan mempersiapkan hari depan
Menyampaikan tembo, susunan keluarga dan tutur sapa, serta panggilan terhadap keluarga yang dikunjungi. Dalam pembukaan tambo ini biasanya terjadi perubahan dalam tuturan panggilan sesuai dengan urutan keluarga.

Pakaian yang digunakan oleh kedua pengantin baru adalan baju kebaya dengan sanggul sikat, dan baju jas bagi laki-laki. Pada saat ini kegiatan menyalang terutama menyalang sanak keluarga sadah mulai jarang dilaksanakan (banyak yang meninggalkan). Kalaupun ada waktunya sangat singkat yang kadang kala hanya mengucapkan assalamualaikum Wr. Wb selanjutnya salaman (sungkem) dan mohon pamit karena masih banyak yang akan dikunjungi.

Keadaan yang terjadi seperti itu kadang kala oleh orang tua tidak diberi tahu terlebih dahulu. Kadang kala orang tua tidak meminta kepada anak menantunya untu menyalang (menjalang) ketempat sanak keluarga.

Beberapa Kebiasaan Yang Jarang Dipakai

BERDABUNG

Berdabung merupakan acara yang dilakuan untuk meratakan gigi seorang calon pengantin wanita sehingga akan lebih kelihatan rapi dan indah. Acara berdabung ini dilakuan induk inang sebelum acara pernikahan dilakukan dengan peralatan yang dibutuhkan seperti: Nasikunyit, panggang ayam dan sebaginya.

Tatacara pelaksanaan dilakukan oleh induk inang dengan sistematika dalam penggunaan peralatan yang ada. Pada saat menjelang diadakan acara berdabung induk inang meminta kepada pengantin untuk memakai pakaian pengantin dengan memakai kain benang emas. Setelah itu pengantin dibimbing untuk bersalaman/ menyembah pada ibuk, bapak, tukang tabuh gendang serunai dan orang-orang tua yang patut disembah dirumah itu. Setelah selesai pengantin diminta untuk masuk kedalam rumah guna ditepung setawar dan diasapkan dengan asap menyan sebanyak tiga kali atau tiga keliling.
Setelah selesai maka pengantin dibaringkan telentang seperti orang beristiahat dengan badan ditutup dengan kain benang emas dan induk inang mulai melakukan pekerjaan.

Waktu pelaksanaan berdabung pada masa dahulu terutama pada suku Lembak yang ada didaerah darat (pedalaman) dapat dilakukan jauh hari (satu minggu) sebelum dilakukan acara perkawinan, dan ada juga yang melakukan pada pagi hari disaat pengantin akan dihiasi (dirias) untuk menghadapi sehari sebelum malakukan pernikahan, atau berkembang menjadi lebih ringkas lagi disaat pengantin akan dihiasi (dirias) untuk menghadapi acara pernikahan. Pelaksanaan berdabung tetap dilakukan dirumah pengantin wanita.

Pada saat ini berdabung sudah jarang dilaksanakan dalam acara perkawinan, hal itu dikarenakan oleh semakin sukar mencari induk inang yang bisa melaksanakan.

Inai Curi

Pada malam hari setelah dilakukannya acara mendo'a pertanda dimulainnya perhelatan (mendo'a sekulak), dilanjutkan dengan pemasangan inai pengantin perempuan. Kegiatan ini adalah kegiatan yang dilakukan pengantin dalam mempersiapkan dirinya agar bisa tampil dengan cantik dan indah.

Pelaksanaan pemasangan inai curi ini dibimbing oleh induk inang, dengan peralatan yang dibutuhkan antara lain adalah pisau/gunting kuku, dan inai yang diramu dari daun pacar.

Saat pemasangan inai curi biasanya dilakukan acara kesenian dengan menabuhkan rabana (berzikir), pelaksanaan berzikir ini tidak terlampau larut malam seperti berzikir pada malam kerje agung.

Pada saat pemasangan inai pengantin wanita sudah belajar untuk duduk dipelaminan sendiri dan duduk dipelaminan dapat ditutup mukanya kain halus (tekuluk). Malam inai curi pada saat ini pelaksanaanya telah longgar, dan para mempelai perempuan sudah ada yang meninggalkan upacara ini, hal itu dimungkinkan karena sudah ada alat lain (kutek kuku) yang dapat dipakai untuk memperindah kuku kaki dan kuku tangan.

Demikianlah sedikit gambaran mengenai adat perkawinan yang terdapat dalam masyarakat Lembak yang ada di Kota Bengkulu dan sekitarnya. Dari uraian mengenai rangkaian kegiatan dalam upacara adat perkawinan tersebut dapat digambarkan bahwa kegiatan adat yang ada pada saat ini telah ada banyak mengalami perubahan ataupun pengurangan di sana sini. Perubahan suatu budaya tidak terlepas dengan perkembangan dan perubahan masyarakat itu sendirl. Dalam hal ini masyarakat mengambil hal-hal yang praktis namun demikian tidak terlalu mengurangi nilai dan makna dari kegiatan tersebut.

Perubahan dalam suatu masyarakat memang merupakan hal yang tidak dapat ditolak karena ini merupakan konsekwensi dari pada perkembangan zaman dan teknologi, dimana masyarakat senantiasa berinteraksi dengan lingkungan diluarnya yang dapat mempengaruhi kehidupan dan juga pola budayanya.

Artikel Berhubungan:
Pakaian Adat Lembak
Tempat Sirih
Sarapal Anam
Tamat Kaji
Asal Usul Suku Lembak
Sejarah Adat Suku Lembak

0 comments:

Posting Komentar

Saran - Pendapat - Pesan

Nama

Email *

Pesan *