Danau Dendam Tak Sudah

The Dam Yang tidak selesai, atau De Dam Tak Sudah, Danau Dendam Tak Sudah

60 sd 80% Sampah Rumah Tangga adalah Bahan Organik

Potensi masalah ketika tidak diolah, potensi pendapat keluarga ketika diolah, potensi nilai tambah ketika dilakukan Biokonversi Dikelola Secara Bijak

Urban Farming

Pemanfaat Lahan Masjid Jamik Al Huda sebagai terapi psikologis dan nilaitambah pendapatan keluarga

Urban Farming (Budidaya Lahan Sempat)

Memanfaatkan Lahan Sempit untuk menambah nilai manfaat lahan diperkotaan sekaligus sebagai eduwisata

Urban Farming Tanaman Hortikultura

Sayuran segar siap dikonsumsi kapan saja...

Yayasan Lembak

Yayasan Lembak adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang dibangun atas dasar keinginan memperjuangkan Hak-hak adat masyarakat Suku Lembak pada tahun 1999, karena ranah perjuangan yang bersentuhan dengan kasus-kasus lingkungan hidup dan sumberdaya alam yang pada akhirnya persoalan mengarah pada kebijakan maka akhirnya Yayasan Lembak juga konsen pada persoalan semua nasib kaum tertindas dan dimarginalkan. Persoalan yang muncul yang dialami masyarakat juga disebabkan kasus-kasus Korupsi anggaran APBD dan APBN, akhirnya Yayasan Lembak juga berada pada Garda Depan melakukan perlawan terhadap kasus-kasus Korupsi, sebuah Gerakan yang pernah digagas oleh pendiri sekaligus ketua Yayasan Lembak, yaitu dengan Gagasan Gerakan 1.000.000 Facebookers dukung Bitchan, yang menjadi trent topik dimedia massa dan dunia maya. Ayo dukung terus berlanjut aktivitas perjalanan Yayasan Lembak Bengkulu. Semoga informasi ini bermanfaat untuk kita semua, Terimakasih.

Jumat, 24 April 2009

Warga Tuding TNI Kudeta Lahan

Pertemuan yang seyogyanya dijadwalkan berlangsung pukul 09.00 WIB, molor hingga pukul 10.30 WIB. Ini lantaran perwakilan TNI yang datang terlambat dari jadwal kesepakatan.

Direktur Yayasan Lembak, Ir. Usman Yasin, MM yang selama ini menjadi pendamping warga Padang Nangka dan Dusun Besar mengatakan, pertemuan yang berlangsung tadi tak sesuai kesepakatan Sabtu (19/4) lalu. Dimana Kodim sepakat dan berjanji memberikan salinan putusan Mahkamah Agung (MA). Namun saat musyawarah, personil Kodim 0407 Pasi Intel, R. Warsito dan Danramil Akhruddin tak membawa salinan tersebut.

“Kalau tidak ada bukti yang jelas, kami menganggap yang dilakukan TNI adalah kudeta lahan. Bagaimana dengan warga yang sudah punya tempat tinggal permanent dan punya sertifikat, tapi tetap masuk dalam daftar rumah yang bakal digusur. Dengan memiliki sertifikat artinya warga juga punya kekuatan hukum,” tegas Usman.

Warga yang menunggu satu jam lebih, makin kecewa. “Kami kecewa kenapa tidak Dandim atau diapa saja yang bisa mengambil kebijakan yang datang. Kalau begini rasanya percuma saja pertemuan tadi. Sudah 2 kali pertemuan tampaknya Kodim tidak punya niat baik,” kata Zakaria, pemilik tanah dan bedeng batu bata.

Mentoknya pertemuan tersebut membuat Usman dan warga lainnya berencana akan mendatangi Badan Pertanahan Nasional (BPN) hari ini, baik ke tingkat kota maupun provinsi. Selain mempertanyakan keabsahan sertifikat yang dimiliki warga, Usman juga akan mempertanyakan kejelasan tapal batas tanah hibah. Mana milik TNI dan mana milik warga.

“Statusnya seperti apa sertifikat yang dimiliki warga. Asli atau palsu. Kenapa seolah tak punya kekuatan hokum karena TNI bersikeras tetap akan melakukan penggusuran. Kita akan tanyakan surat hibah dari Pemkab Bengku Utara ke Korem. Kalau surat hibah itu tak ada, bagaimana mereka bisa punya gambaran kalau tanah itu hak TNI,” cecar Usman.

Usman juga berharap, Walikota bisa memfasilitasi pertemuan antara warga dan TNI, serta mengundang unsur Muspida. Sebab warga tak akan menyerahkan haknya sebelum dasar hokum benar-benar jelas yang dibuktikan dengan diserahkannya salinan putusan MA tersebut.

“Bayangkan berapa banyak orang yang hilang mata pencaharian. Kehilangan sumebr ekonomi. Apalagi ada diantaranya yang sudah rumah permanent. Bukan sedikit uang yang sudah mereka keluarkan. Ia berharap jika walikota yang mengundang para petinggi TNI bersedia hadir. “Kita akan tetap melakukan upaya hukum,” tegas Usman.

Pasi Intel Kodim 0407 Kota, R. Warsito mengatakan Dandim 0407 Kota saat ini tengah berada di Palembang. Maka itu ia dan Akhruddin diutus untuk datang ke Kantor Lurah Dusun Besar. “Ya kita hanya bisa mendengarkan apa yang disampaikan warga. Karena kami diutus oleh komandan. Kami juga tak bisa mengambil keuputusan,” kata Warsito.

Warsito menegaskan, atas perintah komandan, personel TNI akan meneruskan penggusuran sampai tuntas. Untuk sementara ini operasi menggunakan alat berat dihentikan sementara karena sampah penggusuran lahan menumpuk. “Setelah tumpukan sampah habis dibakar, alat berat beroperasi kembali,” demikian Warsito.

Walikota: Soal Dubes, Ranah Hukum!

Keinginan warga Kelurahan Dusun Besar (Dubes), agar Walikota memfasilitasi pertemuan dengan aparat TNI, agaknya sulit tercapai. Ketika diminta konfirmasinya, Walikota menganggap persoalan itu sudah masuk ranah hukum. Sehingga, mereka dibatasi oleh kewenangan.

Namun, tandas Walikota, pihaknya tetap akan memperhatikan dampak sosial yang ditimbulkan akibat penggusuran tersebut. Seperti anak-anak yang tidak sekolah atau tidak makan. “Kita tidak ingin dianggap intervensi masalah hukum,” elak Walikota terkait tuntutan warga Dubes, agar Walikota memfasilitasi pertemuan.

Dikatakan Walikota, jajarannya di lapangan, mulai dari lurah dan kecamatan terus memantau perkembangan. Guna menyiapkan langkah apa yang akan diambil. Apalagi, pihaknya terus melakukan pertemuan terkait masalah tersebut. “Kita terus koordinasi dengan pemerintahan setempat,” aku Walikota.

Walikota juga membantah, jika dikatakan pihaknya cuek terhadap masalah penggusuran. Bahkan, Walikota mengaku sempat terpikir untuk bertindak. Namun, Walikota mengaku menyadari, masalah sengketa tanah sudah masuk dalam ranah hukum. “Kita dibatasi kewenangan. Soal sengketa tanah, sudah masuk wilayah pengadilan,” ungkap Walikota.

Padahal sebelumnya, masyarakat Dubes sangat berharap agar Walikota bisa turun. Untuk melihat langsung kondisi mereka yang diselimuti kecemasan. Meski memiliki bukti hukum terkait kepemilikan lahan, namun pihak tentara tetap menggusur mereka.(ken/joe)

Sumber Harian Rakyat Bengkulu: Kamis, 23 April 2009 07:38:40

Sabtu, 18 April 2009

Perolehan Suara Sementara Anggota DPD RI dari Provinsi Bengkulu

Perolehan Sementara Calon DPD RI Dapil Provinsi Bengkulu, Pemilu 2009:
  1. Sultan B. Najamudin 120,198,
  2. Eni Khairani 83,492,
  3. Bambang Suroso 68,833
  4. Mahyudin Shobrie 62,260,
  • Yuan Rasugi Sang 56,470, Mulyadi Kahar 51,931, Elisa Nasirwan Toha 44,532
  • Muspani 41,903, Adran Khalik 40,515, Sutarman 38,629, Sumardiko 28,446,
  • Babul Haerin 27,825, Darfai Kahar 21,619, M. Kosim 19,564
  • Tarman Gumay 18,667, Habibur 17,419, M. Jamil 16,416
  • Darnin Ucok 15,804, Zamarlis Zamzami 14,303, Nuzardin 11,626
(Jumlah suara yang masuk 800.456)

Senin, 06 April 2009

Uang Muka Rp 5,4 M Cair,Realisasi Fisik 6 Persen



Kepala BKP Perwakilan Bengkulu, Ade Iwan Rusmana mengatakan, pembangunan Mess Pemda ini menjadi sorotan lantaran uang sudah dikeluarkan dari kas negara untuk uang muka senilai Rp 5,4 M, tapi hingga pemeriksaan BPK tuntas akhir Februari lalu, pengerjaannya fisik hanya 6 persen. BPK merekomendasikan agar kontrak yang dipercayakan pada PT. WP diputuskan.

Pihak rekanan harus mengembalikan uang muka tersebut plus jaminan senilai Rp 1,4 M. Totalnya, PT. WP harus mengembalikan uang senilai Rp 6,8 M ke kas daerah. “Uang muka jaminan pelaksanaan belum dibayarkan, masih di kontraktor. Kita tidak mau kalau ada uang negara yang hilang. Kalau proyek tak bisa berjalan, kontraktor harus mengembalikan uang muka dan membayar jaminannya,” tutur Ade.

Di Subdin Cipta Karya diketahui total pagu anggaran Rp 99,2 miliar, untuk 8 paket pengerjaan. Dari 8 paket tersebut, BPK hanya memeriksa 4 item kegiatan. Yaitu proyek pembangunan mess pemda, pembangunan view tower, pembangunan terowongan dan pembangunan wisma haji. Selain karena nominal anggaran besar, pihak kontraktor pun memang bermasalah.

Proyek lainnya juga direkomendasikan untuk diputus kontrak adalah pembangunan view tower pemantau air laut Rp 4,7 miliar dan pembangunan terowongan yang masuk sau paket dengan rehabilitasi Benteng Malborough senilai Rp 7,5 miliar.

Dinas PU direkomendasikan segera melakukan melakukan tender ulang jika ingin proyek tetap dilanjutkan. “Tentunya uang muka wajib dikembalikan. Pengerjaan lanjutan pun harus sesuai AMDAL (Analisis Masalah Dampak Lingkungan),” tegas Ade.

Lalu di paket pengerjaan jalan di Subdin Bina Marga, dari 31 paket proyek dengan realisasi anggaran Rp 250 M hanya 18 paket yang diperiksa BPK Rp 170 M, atau hanya 80 persen dari total pengerjaan paket jalan. Hasilnya banyak ditemukan keterlambatan pengerjaan proyek, serta kekurangan volume dalam pengerjaannya.

Pengerjaan yang belum selesai mencapai Rp 13,4 M. Akibat keterlambatan, pemerintah bisa menarik denda dari rekanan proyek jalan hingga Rp 1,8 miliar.
Kekurangan volume fisik jalan secara glonal dari 18 paket tersebut mencapai Rp 1,4 miliar. Lalu proyek yang sudah selesai kini kondisinya rusak berat mencapai Rp 1,1 miliar.

“Tidak bisa dijabarkan satu-persatu karena kita memeriksa secara global. Untuk denda, peemrintah harus melihat kembali kondisinya. Kalau memang pihak rekanan bisa membuktikan keterlambatan karena faktor bencana alam, ya bisa saja akan ada toleransi. Tergantung pemerintah,” jelas Ade.

Audit 1 paket proyek irigasi Subdin SDA yang tersebar di 9 kabupaten kota tak seluruhnya diaudit, karena keterbatasan waktu dan personel. Dari total anggaran Rp 60 M, BPK menemukan kelebihan anggaran hingga Rp 355 juta. “Di proyek irigasi tak terlalu bermasalah,” katanya.

Disisi lain, meski dewan tak menyetujui addendum Perda No. 13 Tahun 2006 tentang Multiyears untuk ketiga kalinya, Ade berpendapat alangkah baiknya kalau pengerjaan yang sudah “terlanjur basah” ini tidak menimbulkan kerugian uang negara yang lebih besar lagi. “Soal dilanjutkan atau tidak ya tergantung eksekutif dan legislatif. Yang jelas jangan sampai kerugian jadi lebih banyak,” tandasnya.

Audit 6 Pemda Belum Kelar

Sementara itu, sejak awal Februari lalu secara intensif BPK Perwakilan sudah mengaudit 6 pemerintah daerah se-Provinsi Bengkulu. BPK melakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap Pemprov, Pemkot, Pemkab Seluma, Pemkab Rejang Lebong, Pemkab Bengkulu Utara dan Pemkab Kepahiang.

Ade mengatakan, BPK bakal mengaudit realisasi penggunaan anggaran APBD 2008. “Sementara 6 lembaga itu dulu. Setelah selesai baru 5 lembaga lagi menyusul. Personel kami dan waktu terbatas. Tapi seluruhnya akan diaudit,” demikian Ade.(ken)

Sumber Harian Rakyat Bengkulu Sabtu, 04 April 2009 07:56:40

Selasa, 31 Maret 2009

Mobil Produksi Anak Negeri


Jakarta - Kapasitas dapur pacu mobil GEA yang saat ini dipatok hanya sebesar 500 cc saja akan terus dikembangkan oleh BPPT hingga menembus 600 cc.

Hal tersebut diungkapkan oleh Koordinator RUSNAS Engine (Riset Unggulan
Strategis Nasional) dari BPPT Dr. Nyoman Jujur kepada detikOto, akhir pekan lalu.

"Kami akan terus meriset mesin Rusnas ini dan sedang berusaha menambah kapasitas mesinnya," ungkap Nyoman.

Kapasitas mesin Rusnas yang dikembangkan oleh BPPT tersebut menurut Nyoman dapat didongkrak dengan berbagai jalan. "Salah satunya dengan menambah kapasitas di bagian silinder mesin," tuturnya.

Dengan penambahan kapasitas tersebut menurut Nyoman diharapkan kemampuan dan kualitas mesin lokal tersebut walaupun ber-cc kecil dapat bersaing dengan mesin muatan luar.

Karena itulah dia mengharapkan respon positif dari masyarakat yang menurutnya sangatlah berguna dalam upaya pengembangan sebuah mesin mobil nasional.

GEA adalah sebuah mobil hasil produksi anak negeri yang pengembangan bodinya diprakarsai oleh sebuah perusahaan asal Madiun yakni PT Inka namun untuk urusan mesinnya diserahkan ke BPPT untuk melakukan serangkaian riset mendalam.

Mesin hasil 500 cc hasil pengembangan BPPT tersebut memiliki tenaga maksimal hingga 11,5 kW pada 3.800 rpm dengan torsi mencapai 31 Nm pada putaran 2.800 rpm.

GEA yang merupakan singkatan dari Gulirkan Energi Alternatif ini sebelumnya memasang mesin 650 cc dari China.

Namun karena ingin meningkatkan kandungan lokal, mesin China pun digusur dan diganti dengan mesin dari BPPT. ( syu / ddn )

Senin, 23 Maret 2009

Kebijakan Walikota Dinilai Primitif


Dikatakan Usman Yassin, dari konsultasinya dengan sejumlah anggota DPRD Kota, penganggaran Jamkesmasda itu untuk mendukung Jamkesmas dari Pusat. Karena kuota untuk Kota Bengkulu masih sangat kurang. Sedangkan semangat dari Jamkesmasda itu untuk memberikan kepastian. “Kalau seperti itu, bukan lagi jaminan namanya. Tapi warga miskin disuruh meminta-minta,” kritik Usman Yassin.

Kemudian, lanjutnya, majunya sebuah pemerintahan ditandai dengan sistem pelayanan yang otomatis. Seperti sistem asuransi. Bukan lagi dengan sistem uang tunai dan merepotkan. Pengelolaan keuangan khususnya Jamkesmasda, sangat jauh dari profesionalisme.

“Dengan sistem ini, kita menjadi mundur ke belakang. Apalagi, peraturannya hingga bulan ke-4 APBD 2009, belum juga terbit. Hal ini makin menunjukkan tidak profesionalnya jajaran Pemkot,” tandasnya.

Apalagi, tambahnya, secara psikologi, masyakarat miskin paling enggan berurusan dengan birokrasi. Jangankan ke kantor Walikota, ke kantor lurah saja, warga miskin masih takut-takut. Ini malah disuruh mengikuti prosedur yang panjang dan memakan waktu. “Orang miskin yang sakit keburu mati, bantuannya belum tentu cair,” sesal Usman Yassin.

Untuk itu, Usman mendesak agar Pemkot menyerahkan anggaran Rp 1,3 M itu ke pihak profesional seperti PT Askes. Agar anggaran tersebut dikelola menjadi Jamkesmasda. Jika Pemkot tidak mampu untuk menutupi seluruh kekurangan kartu Jamkesmasda bagi seluruh warga miskin, bisa ditambah di APBD-Perubahan.

“Loh, untuk acara seremonial pertemuan LPN (Lokakarya Pemerintah Nasional) yang hanya 3 hari saja, Pemkot mampu menghabiskan hingga Rp 3 M. Kok untuk masyarakat miskin yang memang butuh, tidak mampu. Kan aneh!” imbuhnya.

Sayangnya, Kabag Humas Pemkot, Drs. Bahrum Simamora tidak berhasil dikonfirmasi. Begitu juga dengan Ketua Satgas Kesehatan Darurat yang juga Asisten I Sekkot, Joni Simamora, SH, M.Hum. Namun sebelumnya, Joni Simamora beralasan, tidak diserahkannya anggaran Rp 1,3 M ke pihak profesional, karena belum mampu.

Dengan anggaran Rp 1,3 M, hanya menutupi sebagian dari jumlah warga miskin. “Memang, niat baik terkadang dinilai tidak bagus,” kata Joni Simamora kepada RB baru-baru ini.(joe) Sumber Harian Rakyat Bengkulu, Senin, 23 Maret 2009

Saran - Pendapat - Pesan

Nama

Email *

Pesan *